06/09/2019
833 ORANG DI BREBES Kena HIV/AIDS, 86 % Gay
BREBES - Jumlah penderita penyakit menular seksual HIV/AIDS di tiap daerah dari tahun ke tahun terus bertambah. Tak terkecuali di Kabupaten Brebes. Ironisnya, mayoritas penderita penyakit seksual ini didominasi penyuka sesama jenis atau lelaki s**a lelaki (LSL) yang mencapai 86 persen dari jumlah akumulatif 833 penderita yang terdata.
Temuan kasus HIV/AIDS di Kabupaten Brebes jumlahnya tiap tahun berfluktuasi dan relatif bertambah. Dalam kurun waktu 13 tahun, dari 2006 hingga 2019 jumlah akumulatifnya mencapai 833 kasus.
Dari data yang dihimpun radar tegal, di 2006 tercatat ada 5 penderita, 2007 tak ada penderita, 2008 ada 3 penderita, 2009 ada 5 penderita, 2010 ada 25 penderita, 2011 ada 49 penderita, 2012 ada 25 penderita. Memasuki 2013, jumlah penderita melonjak tajam, yaitu 70 penderita. Kemudian 2014, naik menjadi 76 penderita, 2015 ada 73 penderita, 2016 ada 137 penderita, 2017 ada 152 penderita, 2018 ada 162 penderita, dan hingga Juni 2019 ada 52 penderita.
Dilihat dari faktor risiko HIV/AIDS, penderita dari pasangan, baik pelanggan pekerja seks (PS), Waria, pengguna jarum suntik (IDU), dan lain-lainnya hanya ada 14 persen. Sementara untuk penderita LSL mencapai 86 persen. Penderita penyakit HIV/AIDS menimpa orang dari berbagai latar belakang dan profesi.
”Jumlah akumulasi 833 kasus itu belum seberapa dari jumlah penderita yang belum diketahui atau belum terdata. Untuk estimasi penderita saja mencapai 3.340 kasus atau penderita. Angka estimasi itu sudah pasti. Tapi kami belum mengetahui keberadaannya,” kata Koordinator Sekretariat Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kabupaten Brebes Slamet Tohani, Selasa (3/9) lalu.
Saat ini, kata Tohani, pendataan penderita HIV/AIDS tidak lagi seperti dulu. Dimana para petugas di masing-masing puskesmas melakukan pendataan di lapangan. Namun yang terjadi saat ini, data jumlah penderita hanya diperoleh dari hasil pemeriksaan pasien di masing-masing puskesmas. Dengan demikian, dipastikan masih banyak sekali penderita yang belum terdata.
”Nah, itu yang kemudian kami simpulkan bahwa pendataan yang dilakukan hanya dari hasil pemeriksaan maka dipastikan masih banyak ODHA (Orang Dengan HIV/AIDS-red) yang tidak terdata,” lanjut Tohani.
Sementara itu, penderita HIV/AIDS dilihat dari usia mayoritas di usia produktif, yaitu 24-49 tahun. Data 2019, usia 4 tahun penderita HIV ada 3 orang dan AIDS 0, usia 5-14 tahun penderita HIV 0 dan AIDS 1, usia 15-19 penderita HIV 2 dan AIDS 4, usia 20-24 tahun penderita HIV 14 dan AIDS 6, usia 25-49 tahun penderita HIV 54 dan AIDS 69, serta usia lebih dari 50 tahun penderita HIV 3 AIDS 4 orang.
”ODHA ini terdiri dari berbagai latar belakang dan profesi. Ada yang ibu rumah tangga, pekerja salon, pelajar, dan lainnya. Tapi untuk tahun-tahun sebelumnya itu ada guru, pekerja serabutan, dan lainnya,” katanya.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Brebes, penderita HIV/AIDS di Kabupaten Brebes di tiap kecamatan paling banyak di Kecamatan Bumiayu. Kasus HIV/AIDS per kecamatan di tahun 2018, yaitu Kecamatan Bantarkawung 3 orang, Bumiayu 26 orang, Paguyangan 5 orang, Sirampog 3 orang. Selanjutnya penderita dari Kecamatan Tonjong 1 orang, Larangan 8 orang, Ketanggungan 7 orang, Banjarharjo 13 orang, Losari 12 orang, tanjung 6 orang, Kersana 5 orang, Bulakamba 12 orang, Wanasari 14 orang, Songgom 10 orang, Jatibarang 6 orang, dan Kecamatan Brebes 20 orang.
Banyaknya kasus HIV/AIDS di Kabupaten Brebes, pihaknya berharap tidak hanya masyarakat yang harus berani melakukan pemeriksaan. Namun, para pejabat di instansi yang ada di Kabupaten Brebes juga diminta melakukan pemeriksaan HIV/AIDS. Baik dari lembaga eksekutif maupun legislatif. Hal ini untuk menekan risiko penularan.
Tohani mengatakan, bertambahnya jumlah penderita HIV/AIDS dipengaruhi karena tidak berubahnya perilaku masyarakat yang berkaitan dengan aktivitas seksual. Selain itu, ada faktor lain yang menjadi pemicu orang itu akhirnya tertular penyakit tersebut. Sebagai upaya penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS di masyarakat, pihaknya gencar melakukan sosialisasi penanggulangan penyakit berbahaya tersebut di desa-desa.
”Kami sudah melakukan berbagai upaya, di antaranya dengan pembentukan Warga Peduli AIDS, pembentukan Pelajar Peduli AIDS di tingkat SMA Sosialisasi IMS, HIV/AIDS, dan VCT Mobile,” kata Tohani.
Pihaknya mengaku khawatir jika tidak dibentuk WPA, penyakit ini akan mudah menggerogoti masyarakat karena pergaulan bebas. Sebab, pergaulan bebas di era saat ini akan menjadi pemicu meningkatnya penyakit masyarakat, khususnya seks bebas.
”Sebetulnya penyakit ini menjadi kekhawatiran semua pihak. Baik orang tua, keluarga, guru, bahkan pemerintah. Karena itu, sosialisasi ini harus terus digencarkan dan didukung semua kalangan,” tambahnya.
Terkait virus yang menyebabkan penderita terus bertambah, virus ini memang menyerang sistem kekebalan tubuh. Dengan demikian, tubuh menjadi lemah dalam melawan infeksi. Jika virus ini terus menyerang tubuh, lama kelamaan tubuh menjadi lemah. Tanpa pengobatan, seorang dengan HIV bisa bertahan hidup selama 9-11 tahun setelah terinfeksi. Itu semua tergantung tipenya.
”Kehadiran virus ini dalam tubuh akan menyebabkan penurunan sistem imun. Penyaluran virus HIV bisa melalui penyaluran reproduksi, darah, cairan va**na, dan ASI. HIV bekerja dengan membunuh sel-sel penting yang dibutuhkan oleh manusia, salah satunya adalah sel T pembantu, makrofaga, sel dendritic,” tandasnya.
Kepala Seksi Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular dan Tidak Menular, Dinas Kesehatan Brebes Ismawan Nur Laksono mengaku sudah melakukan berbagai upaya penanggulangan HIV/AIDS. Di antaranya melakukan pendampingan kasus penderita atau pasien, skriniing semua ibu hamil dan populasi kunci, serta penyuluhan kepada pelajar.
”Upaya ini sudah kami lakukan, termasuk melakukan penyuluhan kepada warga dan pelajar. Kami juga terus melakukan pendampingan kepada penderita untuk menekan risiko penularan,” pungkasnya.