Kabupaten Gunung Kidul, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Kabupaten ini berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di utara dan timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman di barat. Gunung Kidul sendiri artinya dalam bahas Jawa adalah “Gunung selatan
Kabupaten Gunung Kidul terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas seju
mlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Wonosari. Gunungkidul HANDAYANI berarti:
Hijau, Aman, Normatif, Dinamis, Amal, Yakin, Asah Asih Asuk, Nilai Tambah, dan Indah. LETAK DAERAH :
· Bujur Timur 110° 21’ – 110° 50’
· Lintang Selatan 7° 46’ – 8° 09’
BATAS WILAYAH
Sebelah Utara : berbatasan dengan Kab. Jawa Tengah
Sebelah Selatan : berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat : berbatasan dengan Kab. Bantul & Kab. Sleman
Sebelah Timur : berbatasan dengan Kab. Wonogiri Prop. Jawa Tengah
Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Gunung Kidul adalah sebagai berikut :
[+] Gedangsari
[+] Girisubo
[+] Karangmojo
[+] Ngawen
[+] Nglipar
[+] Paliyan
[+] Panggang
[+] Patuk
[+] Playen
[+] Ponjong
[+] Purwosariidul
[+] Rongkop
[+] Saptosari
[+] Semanu
[+] Semin
[+] Tanjungsari
[+] Tepus
[+] Wonosari
Sebagai wilayah kabupaten terluas dari propinsi Yogyakarta, Kabupaten Gunung Kidul memiliki potensi wisata alam yang sangat besar untuk dilestarikan dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Kabupaten yang terletak di sebelah selatan Yogyakarta ini sebagian besar adalah dataran tinggi. STRUKTUR PEMERINTAHAN :
Bupati: Hj Badingah SSos
SEJARAH SINGKAT :
Adanya sebagian pelarian dari Mahapahit yang kemudian menetap di Gunungkidul, diawali dari Pongangan Nglipar dan Karangmojo, maka perkembangan penduduk di Kabupaten Gunungkidul pada waktu itu cepat didengar oleh Raja Mataram Sunan Amangkurat Amral yang berkedudukan di Kartosuro. Pada saat itu Sang Raja langsung mengutus Senopati Ki Tumenggung Prawiropekso agar membuktikan kebenaran dari laporan bahwa pekembangan penduduk di Gunungkidul cukup pesat. Setelah datang ke Gunungkidul, ternyata benar bahwa di Gunungkidul telah banyak dihuni orang-orang pelarian dari Mojopahit antara lain yang bernama Ki Sumorejo. Tumenggung Prawiropekso kemudian menasehati, apabila Ki Sumorejo ingin bertempat tinggal di Gunungkidul hendaknya minta izin dulu dengan Raja Mataram di Kartosuro, karena daerah ini termasuk wilayah kekuasaan Raja Mataram. Nasihat ini tidak digubris oleh Ki Sumorejo dan terjadilah perselisihan, bahkan perkelahian tidak dapat dihindarkan di wilayah Karangmojo, namun karena kekuatan tidak berimbang, maka dalam waktu singkat Ki Sumorejo takluk. Empat keluarga dan saudaranya yang ikut membantu Ki Sumorejo masing-masing Ki Mintowijoyo, Ki Poncobenawi, Ki Poncosedewa (putera mantu) ikut terbunuh dan Ki Poncodirjo akhirnya menyerahkan diri. Oleh Pangeran Sambernyowo, Ki Poncodirjo ini kemudian diangkat menjadi Bupati Gunungkidul I. Bupati Mas Tumenggung Poncodirjo tidak lama menjabat, karena dengan adanya penentuan batas-batas daerah Gunungkidul antara Sultan dan Mangkunegaran II pada tanggal 13 Mei 1831, maka Gunungkidul pada saat itu dikurangi Ngawen sebagai daerah enclave Mangkunegaran telah menjadi daerah kabupaten. Menurut buku I “PEPRENTAHAN PROJO KEJAWEN” karya Mr. Raden Mas Suryadiningrat, berdirinya Kabupaten Gunungkidul yang telah memiliki sistem pemerintahan itu, ternyata bersamaan dengan tahun berdirinya daerah-daerah lain di wilayah Yogyakarta, yaitu setahun setelah selesainya perang Diponegoro. Perbedaan yang ada hanyalah untuk pemberian sebutan kepada para pengageng atau penguasa, seperti untuk daerah Denggung yang sekarang Sleman, kemudian daerah Kalasan serta daerah Bantul dengan sebutan Wedono Distrik, sedang untuk wilayah Sentolo dan Gunungkidul dengan sebutan Riyo. Sistem pemerintahan saat itu memang belum digambarkan dalam struktur organisasi yang jelas, namun dalam perkembangan telah lanjut di bawah bupati terdapat pejabat-pejabat seperti Ronggo, Panji, Demang, Bekel dan sebutan yang lainnya. Selanjutnya dalam perkembangan dari waktu ke waktu yang akhirnya terdapat dua daerah swapraja di Yogyakarta yaitu Nagari Kasultanan Yogyakarta dan Praja Pakualaman, maka kemudian didapati susunan pemerintahan di bawah kabupaten adalah kawedanan, kapanewon dan kalurahan. Untuk Kabupaten Gunungkidul ini, setelah melalui berbagai upaya yang dilakukan oleh panitia untuk melacak Hari Jadi Kabupaten Gunungkidul yang dibentuk pada tahun 1984, baik yang terungkap melalui fakta sejarah, penelitian, pengump**an data dari para tokoh masyarakat, pakar serta daftar kepustakaan yang ada, akhirnya penitia berhasil menyimpulkan bahwa hari lahit Kabupaten Gunungkidul adalah Hari Jum’at Legi tanggal 27 Mei 1831 atau Tahun Jawa 15 Besar Tahun Je 1758. Sebelum Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 sejak lahirnya Kabupaten Gunungkidul pada tanggal 27 Mei 1831 maka secara resmi di Gunungkidul telah ada suatu bentuk pemerintahan yang pada saat itu sebagai Kepala Pemerintahan diangkat seorang pejabat atau bupati dengan sebutan Mas Tumenggung Pontjodirjo sebagai bupati pertama Gunungkidul. Sampai dengan Tahun 1950 tercatat 13 bupati yang pernah memegang tampuk pemerintahan di Gunungkidul. Sedangkan pemerintahan pada saat itu dijalankan oleh bupati adalah sebagai tugas pembantuan dan setiap pejabat dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada atasannya masing-masing secara berjenjang. Sesudah Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950, pada jaman penjajahan bentuk pemerintahan masih kerajaan, tetapi setelah perang kemerdekaan dan Negara Indonesia telah merdeka, keadaan semakin berkembang, maka pada tahun 1948 timbul Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian perjalanan silih berganti akhirnya muncul Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. (Sumber INKOM Kab. Gunung Kidul, Wikipedia, http://gudeg.net, http://gunungkidul.wordpress.com)