Masjid KI Merogan Official

Masjid KI Merogan Official Contact information, map and directions, contact form, opening hours, services, ratings, photos, videos and announcements from Masjid KI Merogan Official, Historical Tour Agency, Jalan Masjid Kiai muara ogan (belakang s, tasiun kertapati), Palembang.

DOKUMENTASIHAUL KIAI MGS ABDUL HAMID BIN MAHMUD (KI MEROGAN)KE 117 TAHUN 2018 🤍🖤
28/12/2021

DOKUMENTASI

HAUL KIAI MGS ABDUL HAMID BIN MAHMUD (KI MEROGAN)
KE 117 TAHUN 2018 🤍🖤

26/12/2021

DOKUMENTASI

HAUL KIAI MGS ABDUL HAMID BIN MAHMUD (KI MEROGAN)
KE 116 TAHUN 2017 🤍🖤

25/12/2021

DOKUMENTASI

HAUL KIAI MGS ABDUL HAMID BIN MAHMUD (KI MEROGAN)
KE 115 TAHUN 2016 🤍🖤

24/12/2021

DOKUMENTASI.

HAUL KIAI MGS ABDUL HAMID BIN MAHMUD (KI MEROGAN )
YANG KE 112 TAHUN (2013) đź’—

MASJID LAWANG KIDUL termasuk salah satu masjid tertua di Palembang, Sumatra Selatan. Masjid ini berdiri pada tahun 1881 ...
24/12/2021

MASJID LAWANG KIDUL termasuk salah satu masjid tertua di Palembang, Sumatra Selatan. Masjid ini berdiri pada tahun 1881 dan memegang peran penting baik sebagai pusat penyebaran Islam maupun dijadikan markas para pejuang setempat pada masanya. Material Masjid ini terbuat dari campuran batu kapur dengan putih telur dan pasir, sehingga membuat masjid ini dapat bertahan dengan lama. Bangunan induk masjid ini sebagian besar tetap terjaga keasliannya dan hampir 99 persen masih merupakan bangunan asli dan belum ada yang diganti.

Masjid pertama dibangun di Kampung Karang Berahi atau muara Sungai Ogan yaitu Masjid Muara Ogan atau yang dikenal luas dengan Masjid Ki Marogan. Masjid ini bisa menampung jamaah umat muslim dari kampung 1, 2, 3, 4, 5 ulu serta kampung Karang Berahi. Masjid kedua yang dibangun pada tahun 1881 adalah masjid Lawang Kidul. Masjid ini terletak di Kampung Lawang kidul (5 Ilir) yang dapat menampung jamaah umat muslim dari kampung 1, 2, 3, 4, 5 Ilir dan Kampung Tuan Kapar 14 Ulu. Semua masjid yang beliau bangun di lengkapi dengan alat-alat seperti lampu-lampu stolop, lampu kandil, lampu satron dan peralatan lainnya yang berkenaan dengan masjid.[4]

Sepuluh tahun setelah pembangunan masjid Lawang Kidul, kedua masjid yang dibangun dengan biaya sendiri tersebut akhirnya beliau wakafkan menjadi milik umat muslim di kota Palembang.

Bentuk masjid Lawang Kidul ini hampir sama dengan bentuk Masjid Agung Palembang namun dengan ukuran yang lebih kecil. Keunikannya terdapat dari menara Masjid Lawang Kidul yang hingga sekarang masih dipertahankan bentuk uniknya. Bentuk atapnya berupa bentuk limas segi 4 yang bertumpang dua tingkat. Pada bagian atapnya memiliki tanduk-tanduk hampir sama pada atap Masjid Agung Palembang yang mengadosi bentuk bangunan masjid Hunan di Cina. Kemudian untuk bagian menara masjid Lawang Kidul dibuat sangat unik dan menarik.

Bagian dalam masjid Lawang kidul, ditopang oleh 4 soko guru utama yang berupa tiang kayu yang cukup besar. Kemudian ditopang oleh 12 tiang lain yang bentuknya lebih kurus atau ramping.

Keunikan lain dalam interior masjid Lawang Kidul adalah terlihat dari bentuk mimbar masjid tersebut. Mimbar Masjid Lawang Kidul terdapat 4 buah bendera hijau bertuliskan lafaz-lafaz Islam seperti kalimat syahadat dan beberapa kata asma'ul husna. Mimbar masjid Lawang Kidul juga dihiasi dengan ukiran khas Palembang, keunikan dari ukiran ini adalah di sudut bawah sebelah kiri ukiran ini terdapat tanggal yaitu 26 shofar 1310 Hijriyah atau tanggal 17 september 1892 masehi, diperkirakan merupakan tanggal wakaf.

Di masjid ini juga terdapat banyak pintu masuk, pintu utama tepat berada di pinggiran sungai Musi yang menghadap ke arah Selatan.

"Maka dari itu masjid ini disebut Lawang Kidul, Lawang berarti pintu dan kidul itu Selatan, di Selatan ini mengarah ke laut (orang Palembang biasa menyebut sungai dengan sebutan laut)," jelasnya.

"Masjid ini didirikan pada 1881 Masehi oleh Kiai Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud alias Kiai Muara Ogan. Berdasarkan catatan yang ada pada prasasti di salah satu pejok mimbar masjid Lawang Kidul yang bertanggal pada 28 Safar 1310 H," jelasnya.

Masjid ini selesai dibangun pada tanggal tersebut, yang kemudian diwakafkan oleh Masagus Haji Abdul Hamid pada 6 Syawal 1310 H atau 23 April 1893 Masehi bersama-sama dengan Masjid Muara Ogan.

Masjid Lawang Kidul maupun Masjid Muara Ogan dibangun dengan biaya sendiri 100 persen oleh Masagus Haji Abdul Hamid Bin Mahmud.

"Hal ini wajar saja karena beliau adalah seorang pengusaha kaya yang sukses pada waktu itu,"

Sejarah Masjid Ki Marogan Palembang, Masjid ini sudah menjadi Salah satu objek wisata religi, yang wajib disinggahi saat...
23/12/2021

Sejarah Masjid Ki Marogan Palembang, Masjid ini sudah menjadi Salah satu objek wisata religi, yang wajib disinggahi saat berkunjung ke Palembang. Adalah Masjid Ki Muaro Ogan, Berdirinya Masjid Kiai Marogan dalam sejarah, tidak terlepas dari sejarah Kiai Marogan itu sendiri.

Sebagai pengusaha yang sukses, Kiai Masagus Haji Abdul Hamid bin Mahmud, alias Kiai Marogan. Mendirikan Masjid ini, di pertemuan antara Sungai Musi, dan Sungai Ogan. Dibangun kira–kira pada tahun 1871 M.

Masjid Jami’ Kiai Haji Abdul Hamid bin Mahmud, lebih dikenal dengan sebutan, Masjid Kiai Muara Ogan. yakni Masjid yang didirikan, oleh Kiai yang bertempat tinggal di tepi Sungai Musi Palembang.

Kebiasaan menyebut Masjid Kiai Muara Ogan, berubah menjadi Masjid KI Marogan. dan Masjidnya menjadi populer dengan sebutan Masjid Muara Ogan. Nama Kiai Marogan sekarang ini, juga diabadikan sebagai nama jalan. Mulai dari simpang empat jembatan Musi II, Kemang Agung, sampai dengan simpang empat jembatan Kertapati 1 Ulu Palembang.

Awalmula Masid KI Marogan
Pada mulanya, masjid ini digunakan sebagai tempat sholat dan belajar mengaji, serta belajar Agama, bagi para keluarga, dan masyarakat sekitar kampung Karang Berahi Kertapati. Karena sebagai ulama, Masagus Haji Abdul Hamid, mempunyai banyak murid. Salah satu murid sekaligus teman dekatnya, yaitu Kiai Kemas Haji Abdulrahman Delamat (Pendiri) masjid Al-Mahmudiyah Suro 32 Ilir Palembang).

Kemudian, masjid yang semula milik pribadi Kiai Muara Ogan ini, diwakafkan bersama dengan, Masjid Lawang Kidul 5 Ilir Palembang, Pada tanggal 6 Syawal 1310 H (23 April 1893 M).

Karena, semakin lama jumlah anggota jamaah Masagus Haji Abdul Hamid semakin bertambah, maka masjid tersebut, perlu ditingkatkan fungsinya, sebagai tempat sholat Jumat (Masjid Jami’).

Tidak ditemukan catatan yang pasti, kapan Masjid KI Marogan Palembang ini menjadi masjid Jami’. Ada dugaan yang menyatakan, bahwa Sholat Jumat baru dilakukan setelah persetujuan Raad Agama, terhadap wakaf tersebut. Sedangkan dugaan lain, menegaskan bahwa masjid tersebut, telah digunakan untuk sholat Jumat tidak lama setelah dibangun.

Dugaan pertama kali Masjid Muara Ogan, diwakafkan secara bersamaan dengan Masjid Lawang Kidul. Setelah Sholat Jumat, barulah dipersoalkan setelah adanya persetujuan tersebut.

Sementara dugaan kedua, didasarkan atas letaknya yang cukup jauh, sehingga tidak banyak berpengaruh terhadap jamaah Masjid Agung. Hingga sekarang masjid ini, masih dipergunakan sebagai tempat ibadah atau tempat kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya.

Masjid KiaI Marogan pada Zaman Jepang
Pada masa Jepang, dilakukan pendalaman Sungai Musi, di depan masjid Kiai Muara Ogan. Untuk keperluan pengambilan bahan batu bara, dari pusat pembagiannya di komplek TBA Kereta api, Dengan menggunakan kapal-kapal besar. Akibatnya tanah yang berada dipinggiran sungai, yang berbatasan dengan masjid tersebut. sejak tahun 1943 sampai dengan 1980, Tanah ini mengalami erosi terus menerus. baik oleh hempasan sungai, maupun akibat curah hujan. sehingga tanah di depan masjid tersebut, hanya tinggal 2 (dua) meter saja dari mihrab (Pengimaman).

SEJARAH SINGKAT KIAI MEROGANKiai Marogan terlahir dengan nama Masagus H. Abdul Hamid bin Masagus H. Mahmud. Namun bagi m...
23/12/2021

SEJARAH SINGKAT KIAI MEROGAN

Kiai Marogan terlahir dengan nama Masagus H. Abdul Hamid bin Masagus H. Mahmud. Namun bagi masyarakat Palembang, julukan “Kiai Marogan” lebih terkenal dibanding nama lengkapnya. Julukan Kiai Marogan dikarenakan lokasi masjid dan makamnya terletak di Muara sungai Ogan, anak sungai Musi, Kertapati Palembang. Mengenai waktu kelahirannya, tidak ditemukan catatan yang pasti. Ada yang mengatakan, ia lahir sekitar tahun 1811, dan ada p**a tahun 1802.


Namun menurut sumber lisan dari zuriatnya, dan dihitung dari tahun wafatnya dalam usia 89 tahun, maka yang tepat adalah ia lahir tahun 1802, dan meninggal dunia pada 17 Rajab 1319 H yang bertepatan dengan 31 Oktober 1901.


Pada waktu Kiai Marogan lahir, kesultanan Palembang sedang dalam peperangan yang sengit dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Kiai Marogan dilahirkan oleh seorang ibu bernama Perawati yang keturunan Cina dan Ayah yang bernama Masagus H. Mahmud alias Kanang, keturunan ningrat. Dari surat panjang hasil keputusan Mahkamah Agama Saudi Arabia, diketahui silsilah keturunan Masagus H. Mahmud berasal dari sultan-sultan Palembang yang bernama susuhunan Abdurrahman Candi Walang.


Kiai Marogan (Mgs.H. Abdul Hamid) dan saudaranya Mgs.H Abdul Aziz. terlahir dari perkawinan orangtuanya (Ayah) yang bernama Mgs. H. Mahmud dan (ibu) Perawati (keturunan Cina) adapun saudaranya yang lain (Lain Ibu) bernama Msy.Khadijah dan Msy. Hamidah.

Kiai Marogan hanya memiliki seorang adik yang bernama Masagus KH. Abdul Aziz, yang juga menjadi seorang ulama dengan sebutan Kiai Mudo. Sebutan ini dikarenakan ia lebih muda dari Kiai Marogan. Kiai Mudo lebih dikenal di daerah Muara Enim seperti Gumay, Kertomulyo, Betung, Sukarame, Gelumbang, Lembak dan sekitarnya.

Sebagai anak yang lahir dan dibesarkan dari keluarga bangsawan, Kiai Marogan memperoleh pendidikan agama dengan istimewa. Hal ini dikarenakan di dalam lingkungan kesultanan Palembang, agama Islam mempunyai tempat yang terhormat, di mana hubungan antara negara dan agama sangat erat, sebagaimana dibuktikan oleh birokrasi agama di istana Palembang.

Birokrasi ini dipimpin oleh seorang pegawai dengan gelar Pangeran Penghulu Naga Agama. Di samping itu, Kiai Marogan memperoleh pendidikan langsung dari orang tuanya yang ternyata merupakan seorang ulama besar yang lama belajar di Mekah dibawah bimbingan ulama besar seperti Syekh Abdush Shomad al-Falimbani. Setelah wafat, ayah Kiai Marogan dimakamkan di negeri Aden, Yaman Selatan. Melihat kecerdasan Kiai Marogan dalam menyerap ilmu agama kemudian orang tuanya mengirimkannya ke Mekah untuk belajar mendalami ilmu-ilmu agama.

Kiai Marogan tercatat pernah belajar ilmu-ilmu agama seperti ilmu fiqih, hadits dan tasawuf. Hal ini dapat diperoleh dari isnad-isnad yang ditulis oleh Syekh Yasin al-Fadani, mudir (pimpinan) Madrasah Darul Ulum Mekah.

Dasar-dasar pendidikan agamanya diberikan oleh ayahnya sendiri, Ki. Mgs. H. Mahmud Kanang yang juga sebagai sufi kelana dan wafat di Kota Aden –Yaman, yang makamnya terkenal dengan nama “Kubah al-Jawi”.

Ketika remaja Abdul Hamid belajar berbagai disiplin ilmu agama Islam kepada ulama-ulama besar Palembang waktu itu seperti: Syekh Pangeran Surya Kusuma Muhammad Arsyad (w.1884), Syekh Kemas Muhammad bin Ahmad (w.1837), Syekh Datuk Muhammad Akib (w.1849), dll. Ia berpegang kepada akidah ahlussunnah wal jamaah, bermazhabkan Imam Syafei.

Sedang dibidang tasawwuf, ia mengamalkan dan mendapat ijazah Tarekat Sammaniyah dari ayahnya sendiri dan Tarekat Naqsyabandiyah dari para gurunya. Selanjutnya ia meneruskan studinya ke tanah suci, terutama Makkah dan Madinah kepada gurunya Sayid Ahmad Zaini Dahlan, Sayid Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Khatib Sambas. Sedangkan kawan seperguruannya saat itu antara lain Imam Nawawi Banten (1813-1897), KH. Kholil Bangkalan (1820-1925), KH. Mahfuz Termas (1824-1920), Kgs. Abdullah bin Ma’ruf, dan lain.lain


Setelah merampungkan studinya di tanah suci, ia berkeinginan untuk hijrah ke Masjidil Aqsa, namun niat tersebut diurungkannya. Karena ia memperoleh petunjuk bahwa negerinya masih sangat memerlukannya, dimana beliau meninggalkan dua anak yatim yang tak lain Masjid Kiai Merogan dan Masjid Lawang Kidul.

Kiai Marogan memiliki dua orang isteri yang bernama Masayu Maznah dan Raden Ayu salmah. Dari pernikahannya ia dikarunia tiga putra putri yaitu Masagus H. Abu Mansyur, Masagus H. Usman, dan Masayu Zuhro. Pada masa mudanya Kiai Marogan dikenal giat berbisnis di bidang saw-mill atau perkayuan. Ia memiliki dua buah pabrik penggergajian kayu.

Bakat bisnis mungkin diperoleh dari ibunya yang merupakan keturunan Cina. Berkat sukses dalam bisnis kayu ini memungkinkan Kiai Marogan untuk p**ang pergi ke tanah suci dan menjalankan kegiatan penyebaran dakwah di pedalaman Sumatra Selatan. Dari hasil usaha kayu ini juga Kiai Marogan mampu mendirikan sejumlah masjid yang diperuntukkan sebagai pusat pengajian dan dakwah.

Banyak ajaran Kiai Marogan yang masih melekat di sebagian penduduk Palembang, di antaranya adalah sebuah dzikir:

“La ilaha Illallahul Malikul Haqqul Mubin Muhammadur Rasulullah Shadiqul Wa’dul Amin”,
yang artinya “Tiada Tuhan Selain Allah, Raja Yang Benar dan Nyata, Muhammad adalah Rasulullah Yang Jujur dan Amanah.”

Dzikir yang diamalkan oleh Kiai Marogan di atas, ternyata sumbernya di dalam hadits. Dari Sayyidina Ali Ra Karramallahu wajhahu berkata, Rasulullah saw bersabda:

“Barangsiapa setiap hari membaca 100 x Lailahaillah al-Maliku al-Haqqu al-Mubin, maka ia akan aman dari kefakiran, jadi kaya, tenang di alam kubur, dan mengetuk pintu surga.”

Konon, amalan zikir ini dibaca oleh Kiai Marogan dan murid-muridnya dalam perjalanan di atas perahu. Sambil mengayuh perahu, beliau menyuruh murid-muridnya mengucapkan zikir tersebut berulang-ulang sepanjang perjalanan dengan suara lantang. Zikir ini dapat menjadi tanda dan ciri khas penduduk apabila ingin mengetahui Kiai Marogan melewati daerahnya.

Amalan zikir ini ternyata sampai sekarang masih dibaca oleh Wong Palembang, khususnya kaum Ibu-ibu ketika menggendong anak bayi untuk menimang atau menidurkan anaknya dengan irama yang khas dan berulang-ulang. Dan dzikir ini juga dipakai oleh penduduk untuk mengantarkan mayit sambil mengusung keranda sampai ke pemakaman.

Di antara karomah yang melegenda Kyai Marogan ketika masih hidup dan masih diingat sampai sekarang oleh wong Palembang, yaitu:

Ki Muara Ogan panggilan akrabnya, kemana-mana pergi untuk mengajar dan menyebarkan Agama Islam selalu menggunakan perahu, bila tempat mengajar yang tetap maka ia akan mendirikan mesjid disana. Suatu ketika saat menuju ketempat mengajar, Ki Muara Ogan menasehati pada muridnya,”Murid-muridku sekalian ikuti apa yang akan aku ajarkan ini.”


“Baik guru,”jawab muridnya sambil mendayungkan perahu menuju kelokasi di tempat ia mengajar.
Dalam perjalanan itu Ki Muara Ogan menuturkan ,”Baik demikian amalan itu, La illaha illahu malikul hakul mubin Muhammad Rasulullah Shodikul wa adil Amin,” begitu juga murid mengikuti apa yang disampaikan ulama tersebut. Ki Muara Ogan sep**ang dari memberikan petuah-agamanya, ia kembali menuju ketempat tinggalnya, yaitu berada di Kertapati , hingga sekarang mesjid itu masih berdiri kokoh.

Begitu besar keyakinanya pada Allah, ketika itu di tahun 1911, dizaman pemerintahan penjajahan Belanda, seorang dari prajurit Belanda berkata pada Ki Muara Ogan,” tanah untuk kereta api ini harus di perluas.”

Ki Muara Ogan dengan tenang menjawab,”Tanah itu akan menggeser tanah pabrik kayu milik kami.”
“Kami tahu tuan, tapi perluasan tanah ini untuk kepentingan masarakat banyak,” ungkap prajurit utusan Belanda itu kepada Ki Muara Ogan.Ki Muara Ogan menganggukan kepala , “baik kami ikhlas ini untuk kepentingan masarakat dan negera, silahkan.”

Setelah itu pabrik kayu milik Ki Muara Ogan ini dipindahkan ke Kampung Karang Anyar, dan pabrik ini diberikan pada Mgs H M Abumansur. Tanah wakap milik Ki Muara Ogan itu, hingga kini jadi milik PT Kereta Api. Pada saat itu, Ki Muara Ogan tengah mengadakan ceramah, yaitu berada di Mesjid Ki Muara Ogan Kertapati, sehingga terdengar dengan sangat lantangnya,”Bumi berserta isinya adalah milik Allah ,” Jemaah mendengarkan itu dengan penuh perhatian sekali, sehingga terasa sejuk dan nyaman bagi siapa yang mendengarkan pada waktu itu.

Disaat itu tak lupa beberapa orang Belanda mendengarkan dan menyaksikan ceramah yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan tersebut, tentu tugas mereka hanya untuk mengawasi kegiatan yang dilakukan Ki Muara Ogan.Kembali terdengar dengan lantang apa yang disampaikan oleh Ki Muara Ogan, yang menyampaikan petuahnya pada jamaah,”Kekuasaan Allah itu adalah maha besar, jika ia berkata jadi maka jadilah ia.”

Penuh perhatian sekali jamaah menyimaknya, sehingga kembali terdengar seruannya,”Allah mengetahui apa-apa yang tidak di ketahui oleh manusia.”

Seorang hadirin bertanya,”Guru apa misalnya kekuasaan Allah yang tidak mungkin di ketahui oleh manusia itu ?

“Begini ,”kata Ki Muara Ogan sambil ia berdiri dihadapan para jamaahnya.”Misalnya tiap-tiap ada air didalamnya selalu akan ada ikannya”

Mendengar itu spontan seorang prajurit Belanda yang tengah mengawasi Ki Muara Ogan dari sejak tadi, tiba-tiba berkata,”Bagaimana dengan air kelapa, apakah ada juga ikannya?”
“Insya Allah jika Allah menghendaki maka ikan itu akan ada,” tegas Ki Muara Ogan sembari mulut tetap berkomat- kamit menyebut nama Allah.

Serta merta prajurit itu pandangannya mengarah keluar mesjid,”Ki apakah kelapa itu juga ada ikanya?” kembali prajutit itu menunjukan pada sebuah pohon kelapa yang ada di luar.
Serentak Ki Muara Ogan berserta dengan para jamaahnya menuju keluar, untuk membuktikan kekuasaan Allah tersebut.

Maka di perintahkanlah seorang murid Ki Muara Ogan memanjat sebuah pohon kelapa, sejenak saja sebuah pohon kelapa di letakan di hadapan Ki Muara Ogan juga disaksikan oleh para jamaah lainya yang hadir pada saat itu.Sehingga pada waktu itu juga, di persilahkan oleh Ki Muara Ogan pada prajurit Belanda itu sendiri untuk membuktikan kebesaran Allah pada penciptanya.

Pada saat itu juga dengan tiba-tiba sekali, prajurit Belanda itu segera memotong kelapa yang ada di hadapannya waktu itu, sungguh hal yang sangat tidak dapat di kira dari dalam kelapa yang di potong itu muncullah seekor ikan seluang, sejak saat itu sekitar masjid Ki Muara Ogan terdapat ikan Seluang dan di sekitar mesjid tetap berdiri pohon kelapa.

Pernah juga Kisah aneh terjadi, ketika Ki Muara Ogan bersama dengan ketujuh muridnya p**ang dari menyebarkan agama Islam, pada waktu itu mereka terhambat karena tidak ada perahu yang akan menyeberangkan di sungai Ogan .Namun dengan keyakinan yang ada dalam jiwa Ki Muara Ogan , serta merta ia membentangkan syalnya, yang selalu berada di pundaknya itu, ia letakan di atas air.”Silahkan kalian duduk di sal itu.” Perintah Ki Muara Ogan pada muridnya yang sedang ikut serta itu.


Karena itu adalah perintah seorang guru, muridnya yang yakin tanpa banyak komentar segera saja ia duduk di atas sal itu, tetapi bagi muridnya yang merasa ragu ia akan diam, atau ia akan bimbang.
“Naiklah wahai muridku, maka kau tidak akan tenggelam,” kata Ki Muara Ogan, namun ada seorang murid yang tidak mau ikut, tetapi yang sudah ikut serta segera saja mereka berjalan seperti layaknya mereka naik sebuah perahu saja.

Setelah itu kembali ia menjemput muridnya yang tadi tinggal tersbut, barulah muridnya itu merasa yakin, karena ia sudah melihat kenyataan itu. Muridnya yang tinggal itu ikut kembali menyeberang. Ketika hampir saja tiba diseberang muridnya itu masih saja merasa ragu, sehingga ia terjatuh, dan segera ia berenang ketepi sungai itu. Disaat itu Ki Muara Ogan berkata pada muridnya, “Itulah akibat jika seorang hamba belum yakin pada kebesaran Allah, sehingga masih adanya suatu keraguan yang tersimpan dalam pikiran dan hatinya. Untuk itu kamu harus kembali memperkuat iman kepada Allah yang telah menciptakan mahluknya .”

Kisah ini menjadi kisah yang di sampaikan dari mulut kemulut oleh warga kota Palembang, sehingga menjadi warisan kisah turun temurun hingga saat ini.

Dalam berdakwah Kiai Marogan menitikberatkan pada sikap zuhud dan kesufian dengan memperkuat keimanan. Hal ini dikarenakan pengaruh dari ajaran tarekat yang ia amalkan.Di dalam buku, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat, Martin van Bruinessen memasukkan nama Kyai Marogan (Masagus H. Abdul Hamid) sebagai salah seorang guru dari tarekat Sammaniyah. Ia mempelajari tarekat Sammaniyah dari orang tuanya sendiri, yang berguru kepada Syekh Muhammad Aqib dan Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani.

Menurut istilah di dalam ilmu tasawuf, tarekat ialah perjalanan khusus bagi para sufi yang menempuh jalan menuju Allah SWT. Perjalanan mengikuti jalur yang ada melalui tahap dan seluk beluknya.
Dan tujuan dari tarekat adalah menciptakan moral yang mulia. Sebagaimana diketahui bahwa di daerah Palembang sejak masa kesultanan Palembang tarekat Sammaniyah telah menyebar secara luas dibawa oleh Syekh Abdush Shomad Al-Falimbani murid dari pendirinya Syekh Muhammad Abdul Karim Samman.

Hampir seluruh masjid tua di Palembang, membaca ratib Samman yaitu bacaan yang meliputi syahadat, surah al-Qur’an dan bacaan zikir yang disertai gerak dan sikap yang khas tarekat Samman.Tidak ditemukan kitab yang dapat diidentifikasi sebagai karya Kiai Marogan. Meskipun menurut penuturan dari zuriyatnya bahwa Kiai Marogan pernah menulis kitab tasawuf. Akan tetapi, yang dapat diketahui adalah Kiai Marogan meninggalkan beberapa bangunan masjid yang besar dan bersejarah. Yaitu masjid Jami’ Muara Ogan di Kertapati Palembang dan masjid Lawang Kidul di 5 Ilir Palembang.

Menurut cicitnya, Masagus H. Abdul Karim Dung, selain kedua masjid di atas, Kiai Marogan juga membangun beberapa masjid lagi seperti masjid di dusun Pedu Pedalaman OKI, masjid di dusun Ulak Kerbau Lama Pegagan Ilir OKI, Mushalla di 5 Ulu Laut Palembang, masjid Sungai Rotan Jejawi, masjid Talang Pangeran Pemulutan. Namun, pernyataan dari cicitnya ini belum dapat dibuktikan secara empiris, perlu dilakukan penelitian dan peninjauan lebih lanjut. Sedangkan kedua masjid yaitu masjid Jami’ Muara Ogan dan masjid Lawang Kidul yang berada di kota Palembang, dapat dibuktikan melalui surat Nazar Munjaz atau surat Wakaf yang ditandatangani oleh Kiai Marogan langsung. itulah bagian Silsilah Sejarah Dan Riwayat Kiai Merogan Palembang. (Dikutip dari berbagai sumber)

Address

Jalan Masjid Kiai Muara Ogan (belakang S, Tasiun Kertapati)
Palembang
30258

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Masjid KI Merogan Official posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share



You may also like