10/05/2024
*CARA SYAR’I MEMBASMI KORUPSI*
Buletin Kaffah, No. 342 (1 Dzulqa’dah 1445 H/10 Mei 2024 M)
Setidaknya dalam 10 tahun terakhir, korupsi di negeri ini tampak makin menjadi-jadi. Yang paling mutakhir adalah korupsi dalam tata kelola timah selama 2015-2022. Kejaksaan Agung telah menetapkan 16 tersangka dalam kasus ini. Menurut hasil penghitungan ahli lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo, dalam kasus ini negara mengalami kerugian fantastis: sekitar Rp 271 triliun (Kompas, 1/4/2024).
Ini baru satu kasus di sektor pertambangan. Korupsi di sektor pertambangan, selain di sektor minerba (mineral dan batubara), adalah di antara yang paling banyak merugikan negara.
Sektor pembangunan dan infrastruktur juga banyak dikorupsi. Salah satu modus korupsi di sektor ini, menurut Studi World Bank, adalah mark up yang sangat tinggi. Bisa lebih dari 40 persen. KPK mencatat, dalam sebuah kasus korupsi infrastruktur, dari nilai kontrak 100 persen, ternyata nilai riil infrastruktur hanya tinggal 50 persen. Sisanya dibagi-bagi dalam proyek bancakan para koruptor (Kpk.go.id, 20/5/2024).
*Makin Meningkat*
Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada peningkatan kasus korupsi yang terjadi sepanjang 2022. Menurut ICW juga, korupsi terjadi hampir di seluruh sektor pemerintahan, baik lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif (Cnbcindonesia, 24/3/2023).
ICW pun memantau tren penindakan kasus korupsi BUMN sepanjang tahun 2016–2021. Jumlah kasus korupsi di lingkungan BUMN yang disidik oleh aparat penegak hukum mencapai 119 kasus dengan 340 tersangka. Tercatat sedikitnya 9 kasus pada tahun 2016, 33 kasus pada 2017, 21 kasus pada 2018, 20 kasus pada tahun 2019, 27 kasus pada tahun 2020, dan 9 kasus pada 2021. Berdasarkan data yang dihimpun, 119 kasus korupsi di lingkungan BUMN tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 47,9 triliun.
Di sektor pendidikan, kasus korupsi juga banyak terjadi. Terdapat 240 korupsi pendidikan sepanjang Januari 2016 hingga September 2021 (Antikorupsi.org, 19/11/2021).
*Para Pelaku Korupsi*
Dari sisi pelaku korupsi, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2004-2023 menyebutkan, sebanyak 344 kasus korupsi melibatkan anggota DPR dan DPRD. Jumlah ini terbanyak ketiga di bawah kasus korupsi yang menjerat kalangan swasta (399 kasus) dan pejabat eselon I-IV (349 kasus) (Kpk.go.id, 8/10/2023).
Korupsi juga melibatkan para kepala daerah. Menurut KPK, jumlah tindak pidana korupsi oleh walikota/bupati naik menjadi 19 orang pada 2021 dari 10 orang pada tahun sebelumnya (Katadata co.id, 15/8/2022).
Korupsi juga kini banyak dilakukan oleh kepala desa dan aparatnya. Menurut Indonesia Corruption Watch, sejak Pemerintah menggelontorkan dana desa pada 2015, tren kasus korupsi di pemerintahan desa meningkat. Pada 2016, jumlah kasus korupsi di desa “hanya” sebanyak 17 kasus dengan 22 tersangka. Namun, enam tahun kemudian, jumlah kasusnya melonjak drastis 155 kasus dengan 252 tersangka (Kpk.go.id, 21/8/2023).
Aktor/pelaku korupsi bahkan melibatkan para penegak hukum. Berdasarkan data KPK ada 34 koruptor yang merupakan aparat penegak hukum yang terjerat kasus korupsi. Mereka adalah 21 orang hakim, 10 orang jaksa, dan 3 orang dari kepolisian (Katadata.co.id, 23/9/2022).
Yang lebih memprihatinkan, korupsi bahkan melibatkan pimpinan KPK. Ketua KPK, Firli Bahuri, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus pemerasan terhadap tersangka korupsi di Kementerian Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Di sisi lain sebanyak 78 orang pegawai KPK juga terlibat kasus pungli di rumah tahanan KPK (BBCNewsIndonesia.com, 15/1/2024).
*Faktor Utama*
Faktor utama penyebab korupsi saat ini sebenarnya berpangkal dari ideologi yang diterapkan di negeri ini, yaitu Kapitalisme-sekuler. Faktor ideologis tersebut terwujud dalam nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat kini yang berkiblat pada Barat, seperti nilai kebebasan dan hedonisme. Korupsi merupakan salah satu kerusakan akibat paham kebebasan dan hedonisme ini.
Tentu tak boleh diabaikan adanya faktor lainnya. Setidaknya ada tiga faktor lain, yaitu: Pertama, faktor lemahnya karakter individu (misalnya individu yang tak tahan godaan uang suap). Kedua, faktor lingkungan/masyarakat, seperti adanya budaya suap atau gratifikasi yang berawal dari inisiatif masyarakat. Ketiga, faktor penegakan hukum yang lemah, misalnya adanya sikap tebang pilih terhadap pelaku korupsi, serta sanksi bagi koruptor yang tidak menimbulkan efek jera.
*Membasmi Korupsi*
Dalam pandangan syariah Islam, korupsi termasuk perbuatan khianat. Orangnya disebut khâ`in. Korupsi adalah tindakan pengkhianatan yang dilakukan oleh seseorang, yaitu menggelapkan harta, yang memang diamanatkan kepada dirinya (Lihat: Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 31).
Pada dasarnya, faktor utama penyebab korupsi adalah faktor ideologi. Ini berarti, langkah paling utama dan paling penting yang paling wajib dilakukan adalah menghapuskan pemberlakuan ideologi demokrasi-kapitalis. Selanjutnya, diterapkan syariah Islam sebagai satu-satunya sistem hukum yang semestinya berlaku di negeri ini. Penerapan syariah Islam akan sangat efektif untuk membasmi korupsi, baik terkait pencegahan (preventif) maupun penindakan (kuratif).
Secara preventif paling tidak ada 6 (enam) langkah untuk mencegah korupsi. Pertama: Rekrutmen SDM aparat negara wajib yang amanah serta berasaskan profesionalitas dan integritas, bukan berasaskan koneksitas atau nepotisme. Tentang sikap amanah, Allah SWT telah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Jangan p**a kalian mengkhianati amanah-amanah kalian. Padahal kalian tahu (TQS al-Anfal [8]: 27).
Di antara sekian banyak amanah, yang paling penting adalah amanah kekuasaan. Rasulullah saw. bersabda:
فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْؤُولٌ عَنْهُمْ
Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).
Lalu terkait profesionalitas dan integritas, Rasulullah antara lain pernah bersabda, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat.” (HR Bukhari).
Kedua: Negara wajib melakukan pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya. Rasul saw. mencontohkan hal itu. Tidak ada yang meragukan ketakwaan Sahabat Muadz bin Jabal ra. Namun, tatkala Rasul saw. mengutus Muadz ke Yaman menjadi ‘âmil (kepala daerah setingkat bupati) dan ia sudah dalam perjalanan, Rasul saw. memerintahkan seseorang untuk memanggil Muadz agar kembali. Lalu Rasul saw. bersabda kepada Muadz, “Janganlah kamu mengambil sesuatu tanpa izinku karena hal itu adalah ghulûl (khianat). Siapa saja yang berkhianat, pada Hari Kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu (TQS Ali Imran [3]: 161). Karena inilah aku memanggilmu. Sekarang, pergilah untuk melakukan tugasmu.” (HR at-Tirmidzi dan ath-Thabarani).
Ketiga: Negara wajib memberikan gaji dan fasilitas yang layak kepada aparatnya. Nabi saw. bersabda, ”Siapa saja yang bekerja untuk kami, tetapi tak punya rumah, hendaklah dia mengambil rumah. Jika tak punya istri, hendaklah dia menikah. Jika tak punya pembantu atau kendaraan, hendaklah ia mengambil pembantu atau kendaraan.” (HR Ahmad).
Keempat: Islam melarang menerima suap dan hadiah bagi para aparat negara. Rasul saw. bersabda:
مَنِ اسْتَعْمَلْنَاهُ عَلَى عَمَلٍ فَرَزَقْنَاهُ رِزْقًا فَمَا أَخَذَ بَعْدَ ذَلِكَ فَهُوَ غُلُولٌ
Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuk dia maka apa yang dia ambil setelah itu adalah harta ghulûl (HR Abu Dawud dan al-Hakim).
Tentang hadiah kepada aparat pemerintah, Nabi saw. berkata, “Hadiah yang diberikan kepada para penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kekufuran.” (HR Ahmad).
Berdasarkan ini harta yang diperoleh aparat, pejabat dan penguasa selain pendapatan (gaji) yang telah ditentukan, apapun namanya (hadiah, fee, pungutan, suap, dsb), merupakan harta ghulûl dan hukumnya haram.
Kelima: Islam memerintahkan untuk melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara. Khalifah Umar bin Khaththab ra. biasa menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir jabatannya. Jika Umar ra. mendapati kekayaan seorang wali atau 'âmil (kepala daerah) bertambah secara tidak wajar, beliau meminta pejabat tersebut menjelaskan asal-usul harta tambahan tak wajar tersebut. Jika penjelasannya tidak memuaskan, kelebihannya disita atau dibagi dua. Separuhnya diserahkan ke Baitul Mal. Hal ini pernah beliau lakukan kepada Abu Hurairah, Utbah bin Abu Sufyan juga Amr bin al-‘Ash (Ibnu ’Abd Rabbih, Al-’Iqd al-Farîd, I/46-47).
Keenam: Pengawasan oleh negara dan masyarakat. Pemberantasan korupsi tentu akan menjadi lebih sempurna jika disertai dengan kontrol dari masyarakat, khususnya para ulama.
Adapun secara kuratif maka membasmi korupsi dilakukan dengan cara penerapan sanksi hukum yang tegas dan tanpa tebang pilih. Dalam Islam hukuman untuk koruptor masuk kategori ta’zîr, yaitu hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim/penguasa. Bentuk sanksinya bisa mulai dari yang paling ringan seperti teguran dari hakim; bisa berupa penjara, pengenaan denda atau pengumuman pelaku di hadapan publik atau media massa (tasyhîr); bisa hukuman cambuk; hingga sanksi yang paling tegas, yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman ta’zîr ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan (Abdurrahman al-Maliki, Nizhâm al-‘Uqûbât, hlm. 78-89).
*Khatimah*
Jelas, pemberantasan korupsi hanya akan berhasil dalam sistem Islam. Sebaliknya, sulit sekali bahkan mungkin mustahil terwujud dalam sistem sekuler seperti sekarang ini. Alhasil, upaya penerapan dan penegakan syariah Islam di negeri ini secara menyeluruh dan total harus segera diwujudkan.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb. []
---*---
*Hikmah:*
Rasulullah saw. bersabda:
لَا يجْتَمِعُ الْكفْرُ وَالْإِيمَانُ فِي قَلْبِ امْرِىءٍ وَلَا يجْتَمِعُ الصِّدْقُ وَالْكَذِبُ جَمِيعًا وَلَا تَجْتَمِع الْخِيَانَةُ وَالْأَمَانَةُ جَمِيعًا
Tak mungkin berkumpul pada kalbu seseorang kekufuran dan keimanan, dusta dan kejujuran, amanah dan pengkhianatan. (HR Ahmad). []
Jl. Kalibata Timur IV/D No. 6Jakarta Selatan 12740Tel.+6221.7901885 +6221.7994015Fax. +6221.7994005Email. [email protected]