07/04/2023
Lembang, Film dan Oligarki
Oleh Ibnu Maung*
Salah satu ingatan kolektif warga Lembang adalah seringnya Lembang dijadikan sebagai tempat untuk syuting film. Beberapa film yang mengambil tempat syuting di Lembang sebut saja misalnya film ‘Biangkerok’ (dibintangi oleh Benyamin S), ‘Satria Bergitar’ (dibintangi oleh Rhoma Irama), ‘Gadis Maraton’ (dibintangi oleh Yeni Rachman) hingga ‘Petualangan Sherina’ (dibintangi oleh artis cilik Sherina Munaf dan Derby Romero), dan tentu masih banyak yang lainnya.
Saking seringnya Lembang dijadikan sebagai tempat syuting film, membuat aktris yang sedang naik daun di era tahun 1970an Ratmi B-29, jatuh hati pada seorang pemuda Lembang. Hingga mereka menikah dan konon hidup bahagia.
Tidak semua film-film tersebut mengisahkan tentang Lembang. Lembang hanya digunakan sebagai tempat syuting saja karena alamnya mendukung cerita dalam film tersebut, dan tentu saja tanpa menyebut nama Lembang. Namun tentu tidak semuanya demikian. Film ‘Petualangan Sherina’ justru menjadikan Lembang dan identitas Lembang sebagai latar dalam ceritanya.
Bagi saya, yang saat film tersebut dirilis tahun 2000, sudah agak sawawa, yang menarik dari film ‘Petualangan Sherina’ bukan saja kisah petualangan dan persahabatan antara Sherina (diperankan oleh Sherina Munaf) dan Sadam (diperankan oleh Derby Romero) yang lebih cocok untuk konsumsi anak-anak. Sherina dan Sadam dalam film tersebut masih duduk di bangku sekolah dasar. Namun juga konflik sosial yang diangkatnya. Film tersebut berlatar konflik oligarki yang ingin mengusai lahan milik petani di Lembang.
Alkisah ada seorang pengusaha bernama Tuan Kertarajasa (diperankan oleh Djatuk Ferianto) bersama istrinya Natasya (diperankan oleh Henidar Amroe) yang ingin menguasai lahan perkebunan teh serta pertanian milik Ardiwilaga (diperankan oleh Didi Petet).
Tuan Kertarajasa adalah seorang oligark lokal yang berkeinginan membangun usaha di kawasan Lembang (kini Kabupaten Bandung Barat). Sejumlah intrik ia jalankan untuk mencapai tujuannya. Termasuk menculik Sadam anak Ardiwilaga saat keinginannya untuk membeli lahan di Lembang ditolak Ardiwilaga.
Cerita yang bagus tentu tidak muncul dari imajinasi belaka. Tapi juga bersumber pada realitas dan fakta. Lembang di era tahun 1990an sedang marak-maraknya pembebasan tanah. Kepemilikan tanah banyak berpindah dari masyarakat ke para pengusaha, orang-orang kaya dari kota. Fenomena ini yang melahirkan para calo tanah dan orang kaya baru. Banyak masyarakat Lembang yang tetiba memiliki kendaraan, membangun rumah mewah, membeli tanah di daerah lain hingga berhaji hasil dari menjual tanah. Dalam hal ini, KBIH pun turut kecipratan rezeki.
Aneh bin ajaib, film garapan Riri Riza ini, seolah sukses memprediksi privatisasi yang akan terjadi di wilayah Bandung Barat belasan tahun setelah film ini dirilis. Demikian tulis Deda Rizky R. dari Universitas Airlangga dalam pengantar skripsinya berjudul Konvergensi Agenda Neoliberal dan Relasi Oligarki dalam Keputusan Politik Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Skripsinya cukup menghibur dan mencerahkan. Ia membuka narasi hasil penelitiannya tentang pembangunan kereta cepat Indonesia-China dengan kisah oligarki di Lembang dalam film ‘Petualangan Sherina’.
Dengan dijadikannya Lembang sebagai latar dalam film, paling tidak menunjukkan bahwa jika saat ini Lembang kerap dikatakan ‘bertabur bintang’, sebetulnya sudah dari dulu. Bintang film maksudnya. Para aktor –termasuk sutradaranya, yang telah berjasa dalam mempromosikan Lembang. Mereka para bintang film seperti Benyamin S., Rhoma Irama, Yenni Rachman, Sherina Munaf, dll. Atau sutradara seperti Riri Riza dan yang lainnya.
Bisa juga para oligark seperti Tuan Kertarajasa di dunia nyata yang sama-sama gemar berakting, juga para sutradara walau bukan di dunia film. Mereka yang telah mengubah wajah Lembang menjadi secantik hari ini dengan kemacetan, kesemrawutan dan kerusakan alamnya dengan dalih peningkatan ekonomi dan pariwisata.
Hari ini Lembang sudah berubah. Menjadi kota kecil dengan nuansa metropolitan. Sangat asing dan individualistis. Ini buah dari perubahan sosial yang massif yang digerakkan oleh para aktornya atas arahan sutradara bernama oligark dengan skenario hasil karya terbaik anak bangsa berupa peraturan dan perundang-undangan.
Lembang kini tampil dengan kecantikan mirip perempuan yang gemar tampil di media sosial dengan menampilkan kecantikannya yang semu hasil polesan aplikasi jahanam dan berusaha menebar senyum walau hatinya memendam luka. Dan “Cantik itu luka”, meminjam judul novel karya novelis Eka Kurniawan.
Saya masih berpikir. Oligarki, apalagi Neoliberal hadir di Lembang? Ah, yang bener? Lembang itu sayuran, ketan bakar, jagung bakar dan susu sapi.
*Penulis adalah Ketua Bidang Publikasi dan Dokumentasi Aliansi Cinta Lembang (ACL) dan Ketua Masyarakat Andir untuk Lingkungan (MAUNG), bergerak di bidang penyelamatan warga dan monyet liar, dampak Lembang sebagai Tujuan Wisata.
*Halal untuk disebarkan.