ICMI Travel DEPOK

  • Home
  • ICMI Travel DEPOK

ICMI Travel DEPOK Umroh hemat , aman , mudah dan menyenan gkan

30/10/2019

*KECOPETAN SHALAT*

Abdullah Zaen, Lc., MA

Kecopetan adalah salah satu kejadian tidak mengenakkan yang barangkali pernah kita alami. Akibatnya kita bisa sedih berhari-hari. Apalagi bila benda yang dicopet adalah sesuatu yang berharga, semisal perhiasan atau HP. Kesedihan itu wajar dan manusiawi.

Namun yang tidak wajar adalah manakala kita kecopetan sesuatu yang lebih berharga dibanding perhiasan, lalu perasaan kita biasa-biasa saja. Seakan tidak ada kejadian apa-apa. Sesuatu yang amat berharga itu adalah shalat.

Mari kita menyimak hadits berikut ini,

عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ الاِلْتِفَاتِ فِي الصَّلاَةِ، فَقَالَ: "هُوَ اخْتِلاَسٌ يَخْتَلِسُهُ الشَّيْطَانُ مِنْ صَلاَةِ الْعَبْدِ".

Aisyah _radhiyallahu ‘anha_ menuturkan, “Aku pernah bertanya kepada Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ tentang tolah-toleh saat shalat”. Beliau menjawab, _“Itu adalah sesuatu yang dicopet setan dari shalat seorang hamba”._ HR. Bukhari.

Tengak-tengok saat shalat itu terbagi menjadi dua jenis:

*Pertama:* Tengak-tengok pandangan mata.

*Kedua:* Tengak-tengok hati. Alias memikirkan selain Allah _ta’ala_ dalam shalat.

*Rendah Etika*

Saat kita shalat, Allah _ta’ala_ memperhatikan kita, mendengarkan bacaan kita, melihat gerakan kita, bahkan menyimak dan merespon ayat-ayat yang kita baca. Dalam kondisi sedemikian sakralnya, pantaskah kita bersikap tidak fokus dan malah tolah-toleh? Di manakah etika kita kepada Allah?

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ mengingatkan,

"لاَ يَزَالُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مُقْبِلاً عَلَى الْعَبْدِ وَهُوَ فِي صَلاَتِهِ، مَا لَمْ يَلْتَفِتْ، فَإِذَا الْتَفَتَ انْصَرَفَ عَنْهُ".

_“Allah senantiasa memperhatikan hamba-Nya saat shalat, selama ia tidak menoleh. Bila ia menoleh, maka Allah akan meninggalkannya”._ HR. Abu Dawud dari Abu Dzar _radhiyallahu ‘anhu_ dan dinilai sahih oleh Ibn Khuzaimah serta adz-Dhahabiy.

*Tips Fokus dalam Shalat*

Tidak mudah memang untuk menjaga kekhusyu’an dalam shalat. Namun semoga berbagai tips berikut bisa membantu kita untuk lebih konsentrasi saat menjalankan ibadah mulia ini:

1. Mengikhlaskan niat semata karena Allah _ta’ala._

2. Menghadirkan di dalam hati keagungan Allah _ta’ala._

3. Membayangkan bahwa Allah _ta’ala_ memperhatikan shalat kita.

4. Berusaha memahami dan meresapi bacaan shalat.

5. Tidak tolah-toleh pandangan mata ataupun hati ketika shalat.

6. Mengingat mati saat shalat.

Rasulullah _shallallahu ‘alaihi wasallam_ menasehatkan,

"اذْكُرِ الْمَوْتَ فِي صَلاتِكَ، فَإِنَّ الرَّجُلَ إذَا ذَكَرَ الْمَوْتَ فِي صَلَاتِهِ لَحَرِيٌّ أَنْ يُحْسِنَ صَلَاتَهُ، وَصَلِّ صَلَاةَ رَجُلٍ لَا يَظُنُّ أَنْ يُصَلِّيَ صَلَاةً غَيْرَهَا، وَإِيَّاكَ وَكُلَّ أَمْرٍ يُعْتَذَرُ مِنْهُ ".

_“Ingatlah mati dalam shalatmu. Seseorang jika mengingat mati; sungguh ia akan lebih mudah meningkatkan kualitas shalatnya. Laksanakanlah shalat seakan itu adalah shalat terakhirmu. Jauhilah hal-hal yang akan mengakibatkanmu menyesal”._ HR. Ad-Dailamiy dan dinilai hasan Ibn Hajar al-Asqalaniy serta al-Albaniy.

_Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, Jum’at, 26 Shafar 1441 / 25 Oktober 2019_

19/06/2019

AKHIRNYA, KITA MAU KEMANA?

Oleh: Ust. Miftah el-Banjary

Dulu dalam acara-acara talkshow motivasi, saya sering dihadapkan pada banyak peserta yang hadir untuk memberikan inspirasi kesuksesan.

Sampai suatu ketika, saya mempersentasikan materi tentang tips sukses usia muda di masa depan.

Kebetulan ketika itu, hadir seorang profesor wanita yang berusia lanjut. Sang profesor berkenan hadir di acara saya. Usai acara, kami sempat berbincang sebentar.

Di sela obrolan singkat itu, sang ibu Professor menyampaikan satu ungkapan bahwa bagi ia sendiri di usia lanjutnya sudah tidak lagi membutuhkan masa depan. Baginya kesuksesannya dulu, hanya lah bagian masa lalu.

Saya mendapati pelajaran berharga dari seorang ibu profesor tua itu, bahwa bagi seorang profesor sekalipun, pada usia senja titel akademis sudah bukan hal yang patut dibanggakan lagi. Semua sudah berakhir masanya.

Saya senang mengamati kehidupan orang-orang sukses. Dari mereka saya belajar tentang makna akhir dari tujuan kehidupan ini agar saya bisa menyadarkan diri, sekaligus memfokuskan navigasi hati, "Kemana kah tujuan akhir ini ditentukan?"

Kadang nafsu anak muda ingin menjadi orang kaya raya. Kadang ingin menjadi orang yang serba sukses dan hebat di usia muda. Namun, setelah itu, "What next?" Mau jadi apa selanjutnya?"

Saya sering mengamati orang-orang hebat di masa mudanya, lalu membandingkan di masa senjanya. Mereka seringkali mengatakan, "Saya dulu begini..." atau "Saya dulu pernah menjadi ini dan menjadi itu".

Tapi sehebat apa pun seseorang jika sudah berusia lanjut, pensiun, purna tugas, tak lagi dihargai dan dihormati sebagaimana masa mudanya, masa jayanya. Fisiknya melemah, kata-katanya tak lagi didengarkan, pengaruhnya sudah tak lagi diperhitungkan.

√ Padahal dulunya sering mengendarai mobil, sekarang duduk diatas kursi roda.

√ Kemarin yang sering sibuk dengan gadjet, sekarang gemetaran memegangi tasbih.

√ Dahulu yang sering mengenakan parfum branded, kini berganti bau minyak angin atau minyak urut.

Saya teringat tentang kebenaran ini pada ayat ini:

اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ ضَعْفٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ ضَعْفٍ قُوَّةً ثُمَّ جَعَلَ مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ ضَعْفًا وَشَيْبَةً ۚ يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ ۖ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْقَدِيرُ

"Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah yang Maha mengetahui lagi Maha Kuasa." [ar-Rûm/30:54]

So, apakah pada usia melemah itu, kita baru akan mendekati Allah? Apakah dalam kondisi udzur itu kita baru akan merangkak menuju masjid? Apakah dengan keadaan gemetaran, kita baru akan memegang tasbih dan menyentuh al-Qur'an?

Usia manusia sangat terbatas! Serius singkat banget. Hidup kita hanya antara waktu shalat ke waktu shalat lainnya? Singkat banget!

Lantas, apakah urusan akhirat hanya disisakan di penghujung usia? Apakah hidup hanya untuk bekerja, bekerja, mengejar dunia, mengejar pangkat dan jabatan semata? Mengumpulkan kekayaan sebanyak-banyaknya? Seberapa lama kita hidup di dunia?

Nabi Saw menyatakan umur umatnya hanya antara 60-70 tahun. Itupun jika diberi kesempatan untuk bertaubat.

Jika tidak, kemana meminta pertambahan usia, sedangkan ajal kian mendekat, perjalanan akhirat masih sangat amat panjang?

Jika kita meyakini ada pertanggungjawaban yang kelak ada pengadilannya di hari akhirat, apakah kita akan berani mempertahakan kebohongan, kecurangan, kezhaliman demi kekuasaan dan kekayaan yang hanya bersifat sementara?

Jika hidup hanya dihabiskan untuk kerja, kerja, kerja dan kerja, lantas apakah sesudah kematian kita akan istirahat begitu saja?!!

Tidak! Dunia hanya fase singkat untuk melanjutkan fase berikutnya, sob!

Masih ada fase Barzakhiyyah yang meliputi beberapa sub-fase, seperti: sakratul maut, tanya jawab di alam kubur, hiburan atau siksaan alam kubur dan persoalan lainnya yang kita belum ketahui secara pasti.

Setelah itu, masih ada fase Ukhrawiyyah yang meliputi: kebangkitan dari alam kubur, hisab di padang mahsyar, mizan pertimbangan amal, melewati jembatan Shiratal Mustaqim hingga penentuan surga atau neraka?

Diantara salah satu riwayat yang dikutip di dalam kitab "ar-Roh" bahwa orang-orang yang sudah terbaring di alam kubur, jika mereka bisa dihidupkan lagi, maka permintaan mereka hanya ingin bisa melaksanakan shalat dua rakaat yang nilainya lebih baik dari seisi dunia.

Masya Allah..

Pada intinya, kita hanya menanti giliran daftar tunggu aja kan?

Syukur-syukur daftar tunggu kita masih lama. Tapi bukankah daftar tunggu tidak melihat usia. Kadang yang sehat, gemuk, segar, itu yang duluan. Kadang yang kurus, ceking, penyakitan, belum juga dipanggil-panggil, itulah rahasia Tuhan.

Jadi, kalau ingat kita ini akan p**ang ke alam keabadian, tentu kita tidak akan menyiakan-nyiakan shalat berjama'ah, perbanyak baca shalawat berharap syafa'at Rasulullah, perbanyak baca al-Qur'an, bukan?

Salah seorang sahabat pernah meminta kepada Rasulullah agar kelak diberikan syafaat di hari kiamat. Lantas Nabi Saw mensyaratkan padanya agar membantu Nabi Saw terkabul doanya. Apa permintaan Rasulullah?

"Bantulah aku dengan memperbanyak sujud dalam shalat sunnahmu, hingga aku ada hujjah dihadapan Allah agar dapat memberimu syafaat!"

Bismillah... Alhamdulillah..  ICMI Travel kembali membuka paket Umroh untuk Akhir Tahun 2019 dan Awal Tahun 2020.Yuk seg...
01/05/2019

Bismillah...

Alhamdulillah.. ICMI Travel kembali membuka paket Umroh untuk Akhir Tahun 2019 dan Awal Tahun 2020.
Yuk segera booking seat sebelum quota nya full...😊

Info detail dan pendaftaran, silahkan hubungi kami ya.. di :
0811186697 dg hetty atau
081906360038 dg dian

Terima kasih

Selamat beraktifitas..!😊

19/03/2019

Dalam kehidupan rumah tangga, seringkali harapan tidak sesuai kenyataan. Ketika awal menikah, cinta begitu menggebu. Impian begitu ideal atau seringkali kekurangan tidak menjadi pertimbangan. Namun setelah menikah, kita akan menemui persoalan-persoalan dalam rumah tangga yang memerlukan solusi atau....

25/02/2019
27/11/2018

.:: Himbauan PPMI Arab Saudi ::.

Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuhu

Dalam kesempatan ini, izinkan kami PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia) Arab Saudi menghimbau kepada seluruh Bapak/Ibu/Saudara-i dan seluruh Masyarakat Indonesia yang hendak menunaikan Ibadah Umroh Di Makkah & Madinah pada bulan-bulan ini (Desember-Februari), untuk menjaga Kesehatan dan menjaga stamina serta mempersiapkan beberapa hal yang insyaAllah diperlukan selama di sini.

Mengingat cuaca di sini sekarang akan atau telah memasuki "Musim Dingin", dimana udara dan angin yang dingin bisa menurunkan daya tahan tubuh.

Maka dari itu, PPMI Arab Saudi menghimbau kepada para calon jemaah Umroh sekalian untuk memperhatikan hal-hal berikut :

1. Membawa perlengkapan musim dingin seperti; jaket, kaos kaki, sarung tangan, masker, penutup telinga, lipgloss, cream kulit dan lain-lain sesuai kebutuhan. (dengan memperhatikan pakaian ketika berihram nanti).

2. Memperbanyak minum air putih (walaupun tidak merasa haus), sebab udara dingin sering menyebabkan kita merasa tidak haus, padahal tubuh butuh cairan.
Terkhusus dengan meminum Air Zamzam.

3. Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang memiliki kadar gula berlebihan dan mengurangi konsumsi makanan dan minuman dingin (dari kulkas).

4. Perbanyaklah mengkonsumsi buah dan suplemen alami serta perbanyaklah bergerak.

5. Jangan sekali kali menganggap remeh udara dan angin dingin yang ada, dan jangan juga menganggap enteng sakit ringan.

6. Pastikan suhu udara sebelum keluar kamar.
(apabila suhu relatif rendah, persiapkan jaket yg agak tebal, apabila suhu relatif tinggi, sediakan jaket yang lebih tipis)

7. Membawa makanan ringan (seperti roti dll) di dalam tas pegangan ketika perjalanan terbang ke Arab Saudi, untuk kebutuhan jika proses di imigrasi Bandara terasa lama, maka sudah siap dengan makanan ringan tadi untuk sedikit membantu.

8. Selalu mematuhi Himbauan pemerintah Arab saudi yang berkaitan dengan cuaca ataupun himbauan lainnya.

Demikian himbauan ini kami sampaikan, semoga Allah memberikan kita keberkahan dan kesehatan kapanpun di musim apapun, serta menjadikan Ibadah Umroh Bapak/Ibu sekalian Umroh yang Mabrur, Amin.

Barakallahu fiikum.

Wassalamualaikum Wr. Wb.
:: PPMI Arab Saudi ::.

BismillahirrahmaanirrahiimKami dari ICMI Travel yang memiliki izin resmi dalam menyelenggarakan umrah , menawarkan progr...
15/11/2018

Bismillahirrahmaanirrahiim

Kami dari ICMI Travel yang memiliki izin resmi dalam menyelenggarakan umrah , menawarkan program-program umroh untuk awal tahun 2019.

Program Silver Rp 23.9 jt
Hotel Mekkah (*4) Olayyan Ajyad
Hotel Madinah (*4) Ramada Qiblat

Program Gold Rp 24.9 jt
Hotel Mekkah (*5) Elaf Al Mashaer
Hotel Madinah (*4) Ramada Qiblat

Pesawat : Saudi Airlines (direct)

Info detail dan pendaftaran :
IND-144
Hetty / Dian
0811186697 / 081906360038

Fanpage:
Sahabat ICMI Travel
ICMI Travel DEPOK

FB Group:
Sahabat ICMI Travel

www.icmitravel.com

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217376210305297&id=1475211160
14/11/2018

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10217376210305297&id=1475211160

Channel Sunnah di Telegram. Semoga Bermanfaat. Barakallahu Fikuum..

Jadwal Kajian https://t.me/jadwalkajianID
Tausiyah Bimbingan Islam https://t.me/tausiyahbimbinganislam
Salamdakwah https://t.me/salamdakwah
BBG AL Ilmu https://t.me/bbg_alilmu
The Rabbanians https://t.me/therabbaanians
Al Hikmah Jakarta https://t.me/alhikmahjkt
Almanhaj.Or.Id https://t.me/almanhaj
Kajian Islam Ilmiah https://t.me/KajianManhaj
Ngajikitab.Net (Padang punya) https://t.me/ngajikitaborid
Rumaysho (Ustadz Abduh Tausikal) https://t.me/rumaysho
Konsultasi Syariah (ustadz Ammi Nur Baits) https://t.me/KonsultasiSyariah
Muhammad Nuzul Dzikri (Ustadz Nuzul) https://t.me/muhammadnuzuldzikri
ACT El-Gharantaly https://t.me/actelgharantaly
Taawundakwah (Ustdadz Sofyan Chalid Ruray) https://t.me/taawundakwah
Alwasathiyah (Ustadz Abu Salma Rachdie) https://t.me/abusalmamuhammad
Ustadz Abdurrahman Thoyyib https://t.me/abdurrahmanthoyyib
Kang Aswad (Yulian Putra) https://t.me/fawaid_kangaswad
Muslimafiyah (Ustadz Raehanul Bahraen) https://t.me/muslimafiyah
Ustadz Mufli Safitra https://t.me/muflihsafitrabalikpapan
Muslim.Or.Id https://t.me/muslimorid
Indonesia Bertauhid https://t.me/indonesiabertauhid
SurauTV (Padang punya) https://t.me/surautv
RodjaTV https://t.me/rodjatv
Radio Rodja https://t.me/radio_rodja
YufidTV https://t.me/yufidtv
SafdahTV https://t.me/safdahtv
Kristaliman (Ustadz Abu Ziyan Johan Saputra Halim) https://t.me/kristaliman
Twit Ulama https://t.me/twitulama
Cahaya Sunnah – Ustadz Najmi Umar Bakar https://t.me/najmiumar
Lentera Da’wah – Ustadz Abu Ubaidah As Sidawi https://t.me/yusufassidawi
Qawarier – Ustadz Ahmad Zainuddin https://t.me/qawarier
Al-Fawaid https://t.me/alfawaid_cs
Radio Rodja Bandung https://t.me/tarbiyahsunnahchannel
Islam Diaries https://t.me/islamdiaries
BBG – Akidah dan Manhaj https://t.me/aqidah_dan_manhaj
Fiqih Muamalah Maaliyah bersama Ustadz DR. Erwandi Tarmizi – https://t.me/BimbinganMuamalahMaaliyah
Ustadz Fuad Hamzah Baraba – https://t.me/fuadhbaraba79

08/11/2018

Bismillahirrahmaanirrahiim

KEISTIMEWAAN HAJI KHUSUS VIP BERSAMA ICMI Travel

Sukses Haji Khusus 2017 & 2018
Visa Haji 100%
Penerbangan Saudi Airlines Jakarta-Jeddah & Madinah-Jakarta
Hotel Depan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, Bintang 5 Makkah-Madinah (Marwa Ar-Rayyan & Anwar Movenpick)
Maktab VIP Arafah – MinaFull Hotel Transit MinaBus Saptco 2018/2019
Ibadah Arba'in (Sholat 40 Waktu) di Madinah

FASILITAS :

MAKKAH
Marwa Ar-Rayhaan by Rotana - Makkah adalah sebuah hotel mewah yang terletak di kawasan yang baru dikembangkan, Abraj Al Bait, di Mekkah. Hotel ini menawarkan akses Wi-Fi di semua kamar, serta pemandangan Masjidil Haram dan Ka'bah.

MADINAH
Anwar Al Madinah Mövenpick bintang 5 ini menawarkan akomodasi yang elegan. Kamar-kamar ber-AC, ukuran kamar luas dan modern. Pintu keluar hotel langsung Masjid Nabawi.

MINA
Rahaf Al Mashaer adalah hotel yang terletak paling strategis dan terdekat ke tempat pelontaran jumrah (Jamarat). Berjarak hanya sekitar 400 meter ke area Jamarat. Didekat hotel tersedia Supermarket Bin Dawood (tempat jual keperluan makan, minum, perlengkapan rumah tangga, sehingga Jamaah selama berata di Mina akan merasa nyaman.

Pastikan keberangkatan Haji Khusus anda bersama Travel yang berpengalaman, bimbingan ibadah Haji sesuai Sunnah, menggunakan Fasilitas hotel berbintang 5 dan Maktab VIP.

Harga Normal Program ini US 19000.00

Khusus pendaftaran di bulan November hanya US 17500.00 ( Discount US 1500.00)

INFO PENDAFTARAN

IND -144
Hetty / Dian
WA 0811 186697
WA 0819 06360038

Kunjungi fanpage kami di :
Sahabat ICMI Travel
ICMI Travel DEPOK

FB Group kami :
Sahabat ICMI Travel

Website resmi ICMI Travel :
www.icmitravel.co.id

14/10/2018
07/10/2018
01/10/2018
13/09/2018
06/09/2018

Kisah inspiratif :

“One Way Ticket”

Oleh: Sandiaga Salahuddin Uno

Perantauan telah menjadi jejak takdir yang saya terima. Jauh sebelum saya lahir, ayah saya Razif Halik Uno meninggalkan tanah kelahiran Gorontalo merantau di kota Bandung. Ibu saya, Mien Uno, setelah menikah dengan ayah ikut p**a merantau meninggalkan kota Bandung menuju pedalaman Rumbai yang kaya minyak. Rumbai adalah tanah kelahiran bagi saya dan kakak, Indra Cahya Uno. Sebagaimana ayah dan ibu, tanah kelahiran tidak pernah menjadi tanah tinggal kami. Pada saat saya duduk di Sekolah Dasar, ayah pindahkerja ke Jakarta. Di ibukota, ayah membangun peruntungan dan pada saat itu saya berpikir petualangan kami telah mencapai kota impian. Saya pun mulai menggantungkan cita-cita di langit ibukota.

Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan di Jakarta. Saya tidak kesulitan mendapatkan teman baru, karena rumah kami selalu menjadi tempat berkumpul teman-teman sekolah. Ini dikarenakan rumah kami selalu dekat dengan sekolah. Dalam hal memilih sekolah, ibu punya prinsip bahwa sekolah harus dekat dengan rumah. Dengan itu, beliau tetap bisa mengawasi kami. Selain itu, kegemaran saya akan olahraga bola basket juga membuka pintu pergaulan. Satu lemparan bola seolah mendatangkan sekeranjang teman untuk saya. Hingga jelang lulus dari bangku SMA, saya menikmati kenyamanan Jakarta dengan segala dinamika masa remaja. Saya pun mulai menapaki tangga meraih impian sederhana. Saya ingin kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kemudian dengan titel sarjana bekerja di perusahaan bonafit dengan gaji cukup untuk hidup mapan.

Pada saat semua kenyamanan itu menggenggam hidup saya, ayah menyodorkan sebuah tawaran yang tidak mungkin bisa saya tolak. Tawaran itu berupa sebuah tiket untuk berangkat kuliah ke Amerika Serikat. One Way Ticket, tanpa ada tiket untuk kembali. Satu-satunya cara untuk kembali adalah dengan pergi kesana, menyelesaikan studi sebaik mungkin dan hanya peluang kerja lah yang bisa membawa saya balik ke Jakarta. Sulit untuk mendeskripsikan perasaan saya yang campur aduk pada saat itu. Tetapi yang jelas tidak ada lonjakan perasaan gembira. Saya menerima tawaran itu dan episode perantauan dimulai kembali.

Tanpa internet dan penerbangan murah, dunia pada dekade delapan puluhan tampak sangat luas. Amerika dalam bayangan saya adalah wonderland dengan semua keajaiban yang tampak dalam berita dan film. Ditambah lagi dengan cerita dari orang-orang yang pernah kesana tentang kemajuan yang masih menjadi impian di tanah air. Gedung-gedung pencakar langit, hiruk pikuk megapolitan hingga berjuta orang dari beragam ras dan latar belakang dengan kesibukan tiada henti adalah Amerika di layar kaca. Tetapi pada saat saya menginjakkan kaki di sebuah kota bernama Wichita, bayangan itu memudar menjadi sebuah keterasingan. Dulu pada dekade dua puluhan, Wichita dikenal sebagai “Air Capital of The World” karena di kota itu dibangun beberapa pabrik pesawat terbang, tetapi tetap saja jauh dari bayangan saya sebelumnya tentang Amerika. Tidak ada gedung pencakar langit, malam terasa lebih cepat sepi dibanding Jakarta dan tidak ada keramaian beragam ras, bisa dibilang Wichita hanya dihuni oleh orang-orang kulit putih. Tambahan lagi, saya tiba disana pada saat musim dingin baru saja mulai. Kombinasi yang sempurna untuk kenangan Jakarta yang terus menggelayuti pikiran.

Perlahan saya menyadari, rantau yang asing bagaikan kanvas putih yang luas untuk melukis hidup. Keterasingan menyediakan ruang bagi kita untuk memulai segala sesuatu dari nol sebab tempat yang baru tidak menyediakan masa lalu. Walaupun harus melupakan mimpi kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, saya tetap setia pada impian untuk menekuni bidang akuntansi di Wichita State University (WSU). WSU adalah kampus terbesar ketiga di negara bagian Kansas. Sebagian besar mahasiswanya berasal dari daerah sekitar, tidak banyak yang berasal dari negara bagian lain, apalagi luar negeri. Saya tidak bisa berharap banyak menemukan mahasiswa Indonesia lainnya disini.

Dalam keterasingan itu, insting saya untuk survive semakin terasah. Belajar di negeri orang ternyata bagi saya memberikan motivasi berlipat. Bukan untuk membuktikan diri pada siapapun tetapi lebih pada kebutuhan untuk bertahan hidup.Tidak ada pilihan lain tersedia selain menggondol ijazah tepat waktu dengan nilai yang harus memuaskan. Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menyesuaikan diri dengan ritme kehidupan kampus WSU. Bergelut dengan angka, dari sebuah kewajiban berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan. Rutinitas lainnya adalah mendatangi kantor pos yang terdapat di dalam kampus, berkirim dan menunggu kedatangan surat dari tanah air. Berhubungan lewat telepon terasa sulit bagi mahasiswa dengan kantong pas-pasan seperti saya. Tetapi berkirim surat dengan orang tua dan juga dengan pacar yang kemudian jadi istri saya, Nur Asia Uno, membuat saya yang dulu asing dengan dunia tulis menulis menjadi lancar bercerita. Jarak perantauan kembali memberikan bonus untuk saya.

Rutinitas belajar yang benar-benar ditekuni membuat saya tidak punya banyak kesempatan untuk mengembangkan pergaulan lebih luas. Menurut saya, itu adalah pengorbanan yang wajar demi segenggam mimpi bekerja di perusahaan besar demi kehidupan yang mapan. Impian untuk menjadi pengusaha belum ada dalam pikiran saya pada saat itu. Padahal sebenarnya di kampus WSU lah pertama kali secara serius saya mengenal kata “enterpreneurship”. Pada tahun 1988, awal saya kuliah disana, diadakan peletakan batu pertama untuk pembangunan Devlin Hall. Pada tahun 1990, seiring berakhirnya masa studi saya di WSU, bangunan yang diperuntukkan untuk Center for Enterpreneurship itu selesai dibangun dan berdiri megah di tengah-tengah kampus. Devlin Hall adalah salah satu bangunan kampus pertama di dunia yang diperuntukkan bagi pengembangan wirausaha. Selain itu, di tengah kampus juga berdiri bangunan sederhana yang baru dipindahkan dari Bluff and Kellog Street pada tahun 1986, Pizza Hut Number One. Bangunan itu adalah toko Pizza Hut pertama yang didirikan oleh dua orang mahasiswa WSU pada tahun 1958 yang kemudian menjadi jejaring waralaba yang mendunia. Dan bahkan kelak saya berkesempatan punya kepemilikan dalam jejaring waralaba itu di Indonesia.

Dua tahun tidak terasa sejak ayah menyodorkan one way ticket. Syukur Alhamdulillah, saya tidak sekedar mendapatkan Degree dari W Frank Barton School of Business Wichita State University tetapi juga lengkap dengan predikat summa cm laude. Prestasi akademik di negeri orang itu membuat saya dipanggil p**ang kembali ke tanah air, diajak bergabung menjadi Finance and Accounting Officer di Bank Summa. Bank yang dimiliki oleh Edward Soeryadjaya, pada waktu itu merupakan salah satu bank swasta yang tengah tumbuh dengan pesat. Perlahan, impian saya tentang dunia kerja mulai terwujud. Menjadi seorang junior di Bank Summa membuka kesempatan luas bagi saya untuk mengenal dunia perbankan dan keuangan. Saya mengikuti keseluruhan proses yang harus dialami oleh seorang pekerja baru, pelatihan, mendapatkan bimbingan dari senior-senior yang sudah punya nama di dunia perbankan hingga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang tampak kecil dan remeh bagi banyak orang tetapi penting untuk pengembangan diri.

Di tengah gairah baru dunia kerja itu, Bank Summa memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan pendidikan Master of Business Administration di George Washington University, (GWU) Washington DC. Rantau Amerika tidak lagi terasa asing bagi saya. Saya menikmati tugas belajar dari tempat kerja ini. Mimpi indah menyeruak di awang-awang, tentu setelah menyelesaikan pendidikan Master ini saya bisa meniti karier lebih tinggi di Bank Summa. Suasana DC dimana terdapat jauh lebih banyak pemukim Indonesia dibandingkan di Wichita juga membuat saya semakin nyaman. Satu tahun pertama pendidikan di GWU berjalan dengan lancar. Saya juga punya kesempatan untuk terlibat aktif dengan perkump**an mahasiswa Indonesia di Amerika.

Akhir dari setiap mimpi, baik atau buruk, adalah terbangun dalam kesadaran. Mimpi indah saya pada tahun pertama kuliah di GWU tiba-tiba berhadapan dengan kenyataan yang belum pernah terpikirkan sebelumnya. Di tanah air, Bank Summa mengalami kesulitan likuiditas yang berujung pada kasus kredit macet. Om Williem, -William Soeryadjaya, turun tangan mengambil alih kepemilikan Bank Summa hingga kemudian menjaminkan kepemilikan sahamnya di aset paling berharga milik keluarga Soeryadjaya, Astra. Tetapi semua usaha yang dilakukan oleh Om Williem, -yang pada akhirnya kehilangan kepemilikan di Astra, tidak bisa menyelamatkan Bank Summa. Dampaknya bagi saya yang jauh berada di Amerika sungguh sangat terasa. Beasiswa saya terhenti justru di tengah gairah saya ingin segera menyelesaikan program Master ini. Bagi saya saat itu, sungguh tidak etis di tengah badai besar yang tengah dihadapi Bank Summa, untuk menanyakan kelanjutan beasiswa.

Di tahun 1992 itu, saya seolah kembali memegang selembar one way ticket. Mimpi-mimpi indah yang sempat terbang di langit cita-cita, satu per satu pecah bagai gelembung yang tidak berdaya. Perantauan kembali menguji insting saya untuk survive. Untuk menyelesaikan studi ditambah lagi dengan biaya hidup di Amerika, tabungan saya pada saat itu jauh dari cukup. Tidak banyak yang bisa saya simpan dari hasil bekerja selama satu setengah tahun di Bank Summa. Saya merasa pada saat itu, sudah tidak pantas lagi merepotkan orang tua dengan kesulitan yang saya hadapi. Masalah terhentinya beasiswa ini saya simpan rapat dari orang tua hingga saya berhasil menyelesaikan studi di GWU. Satu-satunya pilihan yang tersedia adalah mencari pekerjaan dan dengan uang dari hasil pekerjaan itu saya bisa terus melanjutkan kuliah.

Pada saat kehidupan menantang saya untuk bertahan maka pada saat itu saya bersiap untuk melakoni pekerjaan apapun sepanjang halal dan cukup untuk menyelesaikan studi. Bahkan sempat terpikir untuk menjadi tukang cuci piring atau tukang bersih-bersih. Untunglah, dengan prestasi akademik di atas rata-rata pada saat itu, saya bisa melamar pekerjaan menjadi asisten lab di GWU. Pada saat itu saya mendapatkan bayaran US$ 3 perjam. Pekerjaan itu tidak lama saya tekuni, karena kemudian terbuka kesempatan untuk pekerjaan dengan gaji lebih tinggi menjadi Tutor dengan gaji US$ 6 perjam. Bekerja sambil kuliah di negeri orang benar-benar menjadi ujian disiplin hidup. Saya harus pintar-pintar membagi waktu, agar pekerjaan bisa mendukung kuliah yang tengah saya tempuh, bukan sebaliknya. Disini p**a saya menyadari pentingnya menetapkan target dan prioritas. Target saya dalam bekerja adalah untuk mendapatkan uang demi menyelesaikan kuliah. Artinya kuliah menjadi prioritas utama yang harus didukung oleh kesungguhan saya dalam bekerja. Puji syukur ke hadirat Allah SWT, saya mampu melaluinya dengan baik. Saya tidak sekedar berhasil menyelesaikan studi di GWU, tetapi kembali lulus dengan predikat summa cm laude.

Usia saya dua puluh tiga tahun ketika menggondol gelar Master of Business Administration dari George Washington University. Dengan usia yang masih muda itu, ada godaan untuk menerima pekerjaan lain di tengah ketidakpastian yang menyelimuti Bank Summa. Mimpi untuk bekerja di perusahaan besar dan hidup mapan masih mungkin saya rangkai kembali. Tetapi sejak kecil saya terbiasa loyal dengan satu hal. Saya loyal dengan satu olahraga, bola basket. Saya loyal dengan satu wanita, dari pacaran hingga menjadi istri saya, Nur Asia Uno. Saya juga loyal dengan bidang finance yang saya tekuni. Dan menurut saya adalah penting untuk loyal pada bank yang telah memberikan saya kesempatan bekerja dan kemudian bahkan untuk melanjutkan studi Master di Amerika. Kalau pun karir saya harus berakhir, saya ingin keputusan itu datang dari orang yang mempekerjakan. Saya kembali ke Indonesia, tetap dengan status sebagai karyawan Bank Summa.

Pada tanggal 14 Desember 1992, Bank Summa dilikuidasi oleh Bank Indonesia. Saya kehilangan pekerjaan. Loyalitas buta saya sepertinya kalah telak oleh kenyataan. Tampak di permukaan memang seperti itu. Tetapi sebenarnya yang terjadi, itulah masa-masa yang penting dan berharga dalam hidup saya. Saya punya kesempatan untuk melihat lebih dekat bagaimana Om Willem, mentor bisnis yang sangat saya kagumi, mengelola krisis. Dari Om Willem saya belajar, bahwa bisnis lebih dari sekedar masalah untung rugi tetapi tanggung jawab. Begitu banyak yang dikorbankan oleh Om Willem demi mengembalikan uang nasabah di Bank Summa, hingga akhirnya Astra yang dibangun dan dibesarkannya berpindah kepemilikan. Dalam jangka panjang, krisis yang dialami oleh tempat saya bekerja ini memberikan pelajaran yang jauh lebih besar pada saat nantinya saya menangani perusahaan-perusahaan termasuk perbankan yang tengah “sakit”. Seringkali saya berpikir, bila pada titik krisis di tahun 1992 itu saya memutuskan meninggalkan Bank Summa begitu saja, tentu saya tidak akan pernah bisa berjalan sejauh ini di dunia bisnis. Itulah pelajaran dari pohon loyalitas yang buahnya saya petik di masa depan.

Kehidupan terus berjalan. Jarum jam tidak pernah menunggu kita untuk bergerak. Saya memutuskan untuk kembali mengadu peruntungan di perantauan. One Way Ticket membawa saya ke negara tetangga, Singapura. Setia dengan bidang yang saya tekuni, keuangan, saya bekerja sebagai finance and invesment analist di Seapower Asia Invesment Limited. Setahun kemudian, karirnya saya menanjak ketika bergabung dengan MP Holding Limited Group sebagai Investment Manager. Pada tahun 1995, ketika menginjak usia dua puluh enam tahun, saya bergabung dengan NTI Resources Ltd, Kanada sebagai Executive Vice President. Pekerjaan ini membawa saya kembali ke tanah Amerika Utara, tepatnya Calgary Canada. Di usia yang masih muda itu, saya sudah bisa menghasilkan pendapatan dollar “enam digit”. Apabila kesuksesan diukur dari kecepatan menghasilkan uang, maka pada usia dua puluh enam tahun saya telah mengukir kesuksesan. Tetapi masalahnya, roda kehidupan saya tidak pernah berhenti. Malah roda itu berputar lebih cepat dibandingkan dengan roda kehidupan banyak orang.

Dengan semua capaian yang saya dapatkan, pada saat itu saya merasa sudah bisa untuk membeli “tiket kembali” dari one way ticket yang dulu diberikan oleh ayah. Mimpi-mimpi masa remaja tentang kehidupan yang mapan telah menjadi kenyataan. Realitas itu semakin lengkap ketika saya memutuskan untuk menikahi kekasih saya sejak masa remaja, Nur Asia Uno pada tahun 1996. Satu tahun kemudian lahirlah putri pertama kami Anneesha Atheera Uno. Tetapi justru di tengah kesempurnaan hidup ini, ujian hidup yang sangat besar menunggu saya. Pada awal tahun 1997, krisis ekonomi mulai merambat dan perlahan melilit beberapa negara Asia. Dimulai dari terpukulnya mata uang Baht Thailand akibat aksi spekulasi besar-besaran, krisis ini kemudian menjalar ke negara-negara Asia lainnya. Perusahaan tempat saya bekerja benar-benar mengalami pukulan hebat akibat krisis ini. Sejak pertengahan tahun 1997, bisa dikatakan saya tidak pernah lagi menerima gaji dari tempat saya bekerja walaupun masih menjalankan tanggung jawab sebagai salah satu eksekutif perusahaan. Tanpa gaji, mungkin saya masih bisa bernafas dengan mengandalkan tabungan yang ada. Sayangnya, mungkin karena kepercayaan diri yang terlalu tinggi karena berhasil mengelola dana investasi orang lain, saya menginvestasikan sebagian besar tabungan di pasar modal yang kemudian ambruk.

Saya p**ang ke Indonesia nyaris tanpa membawa apa-apa. Bahkan di Jakarta saya belum sempat menyiapkan sebuah rumah untuk keluarga sehingga harus menumpang di rumah orang tua. Sempat terlintas dalam pikiran saya, betapa kejamnya kehidupan ini, menerbangkan dan kemudian menghempaskan saya dalam tempo yang begitu cepat. Tetapi lambat laun saya mulai bisa menerima ujian hidup itu dengan keikhlasan. Hingga kemudian saya mengubah cara pandang terhadap ujian yang datang ini. Betapa murah hatinya kehidupan, memberikan pelajaran nyaris lengkap dalam tempo singkat kepada saya. Dalam tempo hampir sepuluh tahun sejak ayah memberikan one way ticket, saya telah melewati begitu banyak hal. Bertahan dalam keterasingan di Wichita, bergumul dengan mimpi yang nyaris sirna, menikmati impian masa remaja hingga sekarang saya seolah memulai segala sesuatunya kembali dari nol. Bila saya tidak pernah jatuh dengan keras maka saya tidak akan pernah belajar untuk bisa berdiri dengan kokoh.

Di tengah badai krisis ekonomi yang menerjang tanah air, mustahil bagi saya untuk menemukan peluang kerja baru. Sementara saya tidak lagi hidup sendiri. Ada istri dan anak yang masih bayi yang harus saya hidupi. Saya tidak mungkin menghabiskan waktu duduk menunggu badai krisis ini berlalu. Satu-satunya pilihan untuk bertahan pada waktu itu adalah dengan keluar dan berjuang di tengah-tengah badai. Pada saat semua pintu pekerjaan tertutup, saya harus menciptakan lapangan pekerjaan untuk diri saya sendiri. Menjadi pengusaha dengan cara berwirausaha tidak pernah terlintas di benak saya sebelumnya. Tetapi saya tidak punya pilihan lain untuk bertahan pada waktu itu. Berbeda dengan sebagian besar pengusaha muda lainnya, dalam darah saya tidak mengalir darah pengusaha. Ayah saya adalah seorang karyawan perusahaan minyak, sementara Ibu seorang pendidik. Dalam lingkaran keluarga dekat, juga tidak seorang pun yang menjalani kehidupan sebagai pengusaha. Dari seorang karyawan menjadi pengusaha seperti perantauan baru bagi saya. Dunia wirausaha menjadi kanvas putih yang akan saya lukis dalam rentang usia berikutnya.

Seringkali dalam berbagai kesempatan saya mengatakan, bahwa saya menjadi seorang pengusaha adalah karena kecelakaan. Bila saya boleh jujur, alasan yang lebih pantas sebenarnya, saya menjadi pengusaha demi bisa memenuhi kebutuhan susu anak saya. Pada saat memulai usaha bersama sahabat saya sejak SMA Rosan Perkasa Roslani, kami lebih mengandalkan insting untuk bertahan hidup ketimbang perencanaan bisnis yang komprehensif. Sesuai dengan bidang yang saya tekuni, perusahaan yang kami dirikan pada tahun 1997 itu, Recapital, awalnya bergerak dalam jasa penasihat keuangan. Kantor kami luasnya tidak lebih dari lima puluh meter persegi dengan karpet berwarna merah muda. Pernah suatu hari saya berniat meminjam uang kepada Rosan untuk kebutuhan keluarga sehari-hari sebesar tiga juta rupiah, ternyata Rosan cuma punya lima puluh ribu rupiah. Untuk bertemu dan rapat dengan klien terpaksa kami menggunakan mobil Suzuki Katana pinjaman dari orang tua. Saya coba membuka kontak kembali dengan klien-klien dari luar negeri yang dulu saya dapatkan ketika bekerja di luar. Sementara di dalam negeri, pergaulan ibu saya yang luas, membuka banyak pintu bagi kami walaupun itu belum berarti kesepakatan bisnis. Semua perjuangan itu perlahan membuahkan hasil ketika kami mendapatkan klien-klien pertama kami, Ramako Group dan Jawa Pos Group.

Saya memantapkan diri untuk menjadi pengusaha. Bukan semata-mata karena Recapital mulai menunjukkan hasil tetapi karena saya mulai percaya bahwa saya p**ang ke tanah air bukan sebagai orang yang gagal. Justru sebaliknya, saya p**ang sebagai orang yang berhasil ditempa oleh waktu dan nasib. Pengalaman adalah modal penting dalam dunia usaha, tidak bisa didapatkan di bangku sekolah dan juga tidak bisa didapatkan dengan uang. Pengalaman berharga hanya bisa didapatkan sepanjang kita hidup dalam prinsip-prinsip yang secara utuh diterapkan dalam menghadapi berbagai keadaan. Prinsip hidup yang kuat tidak sekedar tumbuh dari sikap melainkan kebiasaan. Disiplin, loyalitas, target, prioritas serta keikhlasan, Alhamdulillah, sikap itu mengakar jadi kebiasaan hidup saya. Inilah nilai-nilai yang banyak membantu saya di masa-masa sulit. Tabungan dalam bentuk harta kekayaan suatu saat mungkin habis atau berkurang, tetapi tabungan pengalaman senantiasa akan bertambah sepanjang hayat dikandung badan.

Recapital bukanlah akhir dari perantauan saya. Perjalanan hidup mengajarkan, dunia tidak pernah memberi ruang yang cukup bagi saya untuk berhenti dan sekedar menikmati kenyamanan. Dia selalu datang menggoda lewat tantangan dan ujian. Pada tahun 1998, ketika mengunjungi mentor saya Om Willem di kantornya jalan Teluk Betung, saya bertemu dengan salah satu putra Beliau Edwin Soeryadjaya melalui kolega lama dari NTI, Andreas Tjahjadi. Dari pertemuan tidak sengaja itu, Edwin mengajak saya untuk terlibat membantu sebuah transaksi bisnis yang tengah dilakukannya. Ternyata pekerjaan itu jauh lebih sulit dari yang saya pikirkan karena di tengah krisis kepercayaan dunia terhadap Indonesia kami harus meyakinkan investor asing untuk kembali menanamkan modalnya disini. Butuh waktu enam bulan untuk menyelesaikan transaksi ini. 2 Desember 1998 adalah tanggal yang tidak mungkin saya lupakan, karena bertepatan dengan kelahiran putri kedua saya Amyra Atheefa Uno di rumah sakit Medistra, kami berhasil melakukan transaksi. Itulah inisiasi awal untuk kemudian saya memutuskan secara penuh bergabung bersama Edwin di bawah bendera Saratoga.

Dua orang putri saya ternyata membawa jejak peruntungan sendiri-sendiri. Recapital rejeki Atheera dan kemudian Saratoga rejeki Amyra. Alhamdulillah, sekarang kebagiaan keluarga kami bertambah lengkap dengan hadirnya Sulaiman Saladdin Uno, anak ketiga saya yang baru lahir. Saya tidak mau menduga-duga, jejak seperti apa yang akan dibawa oleh Sulaiman. Saya ingin hidup tetap menjadi kado penuh misteri yang indah pada waktunya nanti. Sekarang Recapital dan Saratoga telah menjelma menjadi salah satu kekuatan swasta nasional. Bukan licin jalan beraspal yang kami lalui untuk sampai seperti sekarang ini. Tetapi belukar penuh duri dimana kata penolakan akrab di telinga. Saya tidak pernah menghapus kata gagal dari kamus hidup saya. Sebab saya percaya bahwa kegagalan adalah komplemen serasi dari kesuksesan. Recapital di awal berdirinya, seringkali gagal mendapatkan pinjaman dari Bank. Bahkan di tengah kemajuannya, beberapa kali kami juga gagal dalam transaksi penting. Saratoga di awal tahun saya bergabung malah mendapatkan ujian yang menguras emosi kami. Betapa tidak, pada tahun 1999 kami memiliki kesempatan untuk mengelola kembali “the dream Company”, Astra Group , melalui pelelangan BPPN, tetapi kami gagal. Rendezvous Edwin dan saya yang memiliki keterikatan dengan Astra tidak pernah terjadi. Keberhasilan tidak lebih dari persekutuan positif kita dengan kegagalan.

One Way Ticket. Saya percaya bahwa kehidupan hanya menyediakan satu tiket pergi tanpa kembali. Tidak ada tempat untuk kembali, yang bisa kita lakukan hanyalah membuka lembaran baru dengan belajar dari pengalaman di masa silam. Karena hanya ada satu tiket pada setiap kita, kenapa kita harus menumpang pada mimpi orang lain. Itulah yang mendasari gagasan saya tentang kewirausahaan. Dimana kita tidak hanya membuat diri sendiri berdaya tetapi juga saling memberdayakan sesama manusia. Kita merantau atau berdiaspora untuk sepetak tanah yang dijanjikan. Luasnya hanya kurang lebih dua meter persegi. Satu tiket yang kita miliki sekarang lah yang menentukan apakah di atas permukaan tanah itu akan tumbuh semak belukar atau sebuah nisan sederhana yang senantiasa mengundang mata. Ingatlah, bumi itu bulat, kita hanya butuh satu tiket untuk bisa mengelilinginya..

Address


Alerts

Be the first to know and let us send you an email when ICMI Travel DEPOK posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Shortcuts

  • Address
  • Alerts
  • Claim ownership or report listing
  • Want your business to be the top-listed Travel Agency?

Share