29/11/2021
SUKSES PIALA RAJA TANPA SETETES HUJAN
Rahasianya, Ada di SAPU TERBALIK di Belakang Tenda
Banyak yang menyangsikan gelaran Lomba Kicau Piala Raja bakal sukses. Pasalnya, acara yang biasanya diadakan di awal Agustus, kali ini digeser ke akhir Nopember. Waktu yang biasanya hari-hari penuh hujan. Kalau hujan turun dengan deras dan berjam-jam, lombanya pasti buyar, juri susah menilai burung, peserta juga ogah naikin gantangan.
Tapi....
https://youtu.be/03cIikxG4tg
Lomba di kompleks Candi Prambanan kemaren itu berlangsung mulus sejak dibuka pagi hari hingga selesai jam enam malam. Tak ada setetes air pun turun dari langit. Padahal di seputaran Kotabaru, Malioboro, Jalan Kaliurang, saat siang sudah turun hujan.
Kan jadi bertanya-tanya, apa rahasianya? Hujan di mana-mana turun, sementara di kawasan Candi ini aman-aman saja?
Naluri jurnalistik saya terpantik. Ketika semua orang tertuju pada tenda-tenda gantangan dan fokus pada burung-burung dari seluruh Indonesia yang lagi bertarung, saya justru memutar-mutar lokasi mencari sesuatu yang bikin penasaran.
Dan benar, di sebuah tenda khusus, ada sesuatu di belakangnya terjadi. Ada asap dari tungku yang selalu mengepul. Seseorang menjaga dan mengipasinya agar bara dan asapnya tidak padam. Ada setandan pisang plus tak jauh darinya ada sebuah tongkat yang ujungnya dipasang sapu lidi dalam posisi terbalik ke atas. Menganga menghadap langit. Seolah menahan agar tak ada air jatuh dari langit.
Seorang pria yang tangannya bergerak terus dari pagi sampe senja inilah yang tugas dan pertaruhannya paling berat hari itu. Karena dia tidak boleh mengantuk, tidak boleh beranjak dari area kursi duduknya, tidak boleh lengah yang menyebabkan bara padam asap tak mengepul, dan hanya boleh makan pisang selama berada di tempat itu. Jika ada yang dilanggar biasanya air akan langsung tumpah byurr, jatuh seketika dari langit.
Sebetulnya bukan sekali ini saja fenomena ini saya lihat. Waktu pentas NgaROCKyogyakarto di stadion Kridosono yang menghadirkan band dari luar negeri The Dream Teather tiga tahun lalu, "keanehan" itu juga terjadi.
Selama pertunjukkan di mulai, radius 500 meter hingga dua kilometer dari tempat konser hujannya sangat deras. Kawasan malioboro hingga alun-alun utara hujan deras. Kawasan Monjali hingga Hyatt bahkan hujan badai. Begitu juga di seputaran kampus UGM hingga Gejayan hujan turun tak henti-hentinya.
Tapi, di sekeliling stadion Kridosono tak ada hujan turun. Pemain band dan penonton bisa menikmati musik dengan tenang dan happy. Dari band pembuka sampai lagu terakhir.
Dan keanehan itu baru berakhir ketika pemain band pamit setelah lagu terakhir berakhir. Seseorang di pojok panggung mencabut sejumlah lidi yang tadinya tertancap dan dijaga sangat ketat. Tak lama kemudian, byuuuuuur, Kridosono pun diguyur hujan deras. Saat pentas sudah benar-benar berakhir.
Saat melihat-lihat situasi pelaksanaan Piala Raja yang digelar dalam suasana plandemik ini, saya merasa beruntung masih bisa ketemu dengan tokoh-tokoh pertama event Piala Raja. Ada Mas Agus Gp Sinar Bhakti, ketemu juga Mas Sigit Dell Meda Ulem. Ketemu juga dengan Cak Samsulhadi yang masih energik saja. Hanya dengan Pak Esnawan, SH saja yang nggak ketemu di antara lautan manusia yang ada. Semoga semuanya sehat. Sukses buat Piala Raja!