18/06/2024
Pedagang tuak nira, 1930 | Nitik, Tradisi Leluhur Minum Tuak.
Tradisi minum tuak diperkirakan sudah ada jauh sebelum berdirinya kerajaan Majapahit pada tahun 1295 Masehi. Tradisi minuman tuak itu masih eksis hingga sekarang di Tuban.
Bagi masyarakat Tuban, Tuak (toak, sebutan Jawa) memegang peran sentral dalam proses pembuatan hingga distribusi. Tuak sendiri merupakan minuman beralkohol khas tradisional Nusantara. Dan Tuban, menjadi salah satu daerah penghasilnya.
Rata-rata minuman ini diolah oleh masyarakat yang hidup di wilayah pesisir. Minuman yang dikenal akrab dengan budaya pribumi ini sebenarnya sudah ada jauh sebelum masa kolonial Belanda. Perjalanan sejarahnya sangat panjang dan tersohor.
Di beberapa komunitas adat (lokal) di Nusantara, tradisi produksi dan minum tuak juga telah berlangsung lama, dan bertahan hingga kini.
Ya, tuak jenisnya banyak dan menyebar di seluruh Nusantara. Selain Tuban, ada tuak Bali, Madura, Batak, hingga Toraja. Tentunya kadar alkohol tuak di pasaran berbeda-beda bergantung daerah pembuatnya.
Tuak jenis arak yang dibuat di Pulau Bali dikenal juga dengan nama Brem Bali, dikenal mengandung alkohol yang kadarnya cukup tinggi. Komunitas adat di Bali dan Lombok memiliki kebiasaan minum minuman beralkohol.
Sampai kini, sangat dikenal jenis arak Bali. Bahkan arak Bali memiliki beberapa jenis. Sejenis dengan arak Bali, beberapa komunitas adat di Lombok memiliki minuman fermentasi yang populer dikenal dengan arak, ada p**a yang menyebutnya brem.
Komunitas Dayak di Kalimatan Tengah juga memiliki minuman tradisi yang dikenal dengan baram. Selama ratusan tahun yang lalu, baram menjadi properti ritual untuk memberi penghormatan kepada roh-roh leluhur.
Sementara di Pulau Madura juga dikenal sebagai penghasil tuak. Sayangnya orang Madura tidak mempunyai kebiasaan minum yang kuat. Saat ini dapat dikatakan sangat sedikit orang Madura yang minum tuak atau arak.
Di wilayah Tapanuli (Sumatera Utara), khususnya masyarakat Batak, kebiasaan minum tuak dianggap sebagai tradisi yang menyehatkan badan karena mengandung efek menghangatkan tubuh. Komunitas Adat Batak Toba kerap menggunakan tradisi minum tuak dalam acara-acara keagamaan yang telah berlangsung lama, dari generasi ke generasi. Bahkan, dalam tradisi Batak Toba, perempuan Batak Toba yang baru saja melahirkan diwajibkan untuk minum tuak dalam ukuran yang terbatas.
Di Tuban, tradisi minum tuak sudah menjadi tradisi turun temurun. Minuman ini sifatnya “wajib” ada dan menjadi jamuan pada acara adat atau ritual tradisional di Tuban. Tidak jarang Tuak menjadi jamuan anak muda ketika kedatangan tamu dari daerah luar tuban. Pada saat kumpul-kumpul sering kita jumpai akan ada minuman tuak di dalamnya, serta di Tuban juga tidak sedikit toko yang menjual minuman ini.
Tuban menyediakan tuak. Sifat tuak yang tak bisa bertahan lama, secara tak langsung menghambat distribusinya. Hanya warung-warung di sekitar Kecamatan Tuban, Semanding, Palang dan Plumpang yang kerap menyediakan tuak. Persepsi masyarakat atas tuak sebagai minuman yang diharamkan agama juga ikut membentuk terbatasnya peredaran tuak di masyarakat.
Para ahli yang telah meneliti minuman tuak menyebut, kandungan alkohol cukup kecil yaitu 4%, lebih rendah jika dibandingkan dengan anggur dan bir. Sehingga minuman tuak sebenarnya berfungsi untuk menjaga kondisi seseorang menjadi tenang karena mampu menekan syaraf peminumnya.
Meski pada umumnya tuak adalah minuman yang dapat memicu pertengkaran, pertikaian atau perkelahian, tetapi sebagian kecil masyarakat Tuban tidak akan pernah lepas dengan minuman yang memiliki rasa unik ini. Dan tuak sudah menjadi ikon budaya masyarakat Tuban. Bahkan tidak sedikit yang menyebut Tuban dengan sebutan “Kota Tuak”.
sumber :
rekayorek.id
sumber foto :
KITLV