05/05/2018
KISAH ANAK YATIM PIATU MENCARI KELUARGA
Daftar Umroh ke:WA 0856-9214-4000 (Bunda Nike)
Berbagi Cinta |
KISAH ANAK YATIM PIATU MENCARI KELUARGA
Bila diajak untuk berbagi, apa yang ada di pikiran anda?
Mungkin berbagi dana, berbagi pakaian layak pakai, sembako dan susu atau berbagi makanan.
Ya, semua jawaban biasanya dalam bentuk materi. Itu mungkin karena di benak kita telah tertancap ide–ide materialistik yang sudah menglobal : mengukur segala sesuatunya dari material dan kasat mat
Pengalaman nyata dari ayah angkat saya mungkin bisa menjadi pelajaran bahwa berbagi tidaklah mesti berbentuk materi.
Setiap tahun ayah angkat saya punya kebiasaan berkeliling ke berbagai panti asuhan dan rumah anak yatim. Kunjungan biasanya dilakukan dua kali, yaitu awal Ramadhan dan akhir Ramadhan.
Kunjungan pertama adalah survei untuk mengetahui kebutuhan panti asuhan atau rumah yatim.
Kunjungan ke dua membawa bantuan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan.
Ketika berkunjung ke salah satu rumah yatim, ayah angkat saya bertemu dengan seorang bocah manis dan lucu. Dia masih sekolah kelas nol besar.
"Siapa namamu, nak?", sapa ayah.
"Nama saya nina, Oom ," jawabnya manja.
"Nina sudah punya sepatu baru?" tanya ayah.
"Sudah, Oom, dikasih Abah (pemimpin panti). Nina juga sudah punya baju baru," urai Nina.
"Kalau begitu, Nina mau apa?", tanya ayah.
"Nggak ah…… ntar Oom marah," jawab Nina
"Nggak sayang, Oom nggak akan marah", ayah menimpali.
"Nggak ah…… ntar Oom marah," Nina mengulangi jawabannya.
Ayah berpikir, pasti yang diminta Nina adalah sesuatu yang mahal.
Rasa keingintahuan ayah semakin menjadi.
Maka dia dekati lagi Nina.
"Ayo, nak, katakan apa yang kamu minta, sayang," pinta ayah.
"Tapi janji, ya, Oom, tidak marah", jawab Nina manja.
"Oom janji tidak akan marah, sayang ," tegas ayah.
"Bener, Oom nggak akan marah?" sahut Nina agak ragu.
Ayah menganggukkan kepala. Nina menatap tajam wajah ayah.
Sementara ayah berpikir, 'Seberapa mahal sih yang bocah kecil ini minta sampai dia harus meyakinkan bahwa saya tidak akan marah?'
Sambil tersenyum ayah saya mengatakan, "Ayo, nak, katakan, jangan takut, om tidak akan marah, nak."
"Bener ya, Oom nggak akan marah?" ujar Nina sambil terus menatap wajah ayah saya.
Sekali lagi ayah saya menganggukkan kepala.
Dengan wajah berharap-harap cemas, Nina mengajukan permintaannya,
"Mmmmm, boleh nggak, mulai malam ini saya memanggil Oom dengan panggilan Ayah? Nina sedih nggak punya ayah"
Mendengar jawaban itu, Ayah saya tak kuasa membendung air matanya.
Segera dia peluk Nina. "Tentu, anakku……tentu anakku….. mulai hari ini Nina boleh memanggil Ayah, bukan Oom.
Sambil memeluk erat ayah saya, dengan terisak Nina berkata, "Terimakasih ayah…terimakasih ayah."
Hari itu adalah hari yang tak akan terlupakan buat ayah saya. Dia habiskan waktu beberapa saat untuk bermain dan bercengkrama dengan Nina.
Karena merasa belum memberikan sesuatu berbentuk material kepada Nina, sebelum p**ang Ayah bertanya lagi pada Nina, " Anakku, sebelum lebaran nanti ayah akan datang lagi kemari, bersama ibu dan kakak- kakakmu. Apa yang kamu minta, nak?"
"Kan udah tadi, Nina sudah boleh memanggil ayah," jawab Nina.
"Nina masih boleh minta lagi sama ayah. Nina boleh minta sepeda, Otoped atau yang lain, pasti akan ayah kasih." Jelas Ayah saya.
"Nanti kalau ayah datang sama ibu kesini, aku minta ayah bawa foto bareng yang ada ayah, ibu dan kakak-kakak Nina. Boleh kan, Ayah?"
Nina memohon sambil memegang tangan ayah saya. Tiba-tiba kaki ayah saya lunglai. Dia berlutut didepan Nina. Dia peluk lagi Nina sambil bertanya, "Buat apa foto itu, nak?"
"Nina ingin tunjukan sama temen-temen Nina di sekolah, "ini foto ayah Nina, ini ibu Nina, ini kakak-kakak nina."
Ayah saya memeluk Nina semakin erat, seolah tak mau berpisah dengan gadis kecil yang menjadi guru kehidupannya di hari itu.
"Terimakasih, Nina. Meski usiamu masih belia, engkau telah mengajarkan kepada kami tentang makna berbagi cinta".
***
Berbagilah cinta, maka kehidupan kita akan lebih bermakna.
Berbagilah cinta agar orang lain merasakan keberadaan kita di dunia.