10/11/2014
Tim arkeolog menemukan koin di situs megalitikum Gunung Padang. Ditemukan pada kedalaman 11 meter, koin itu merupakan artefak kedua yang ditemukan dalam penggalian yang dilakukan sejak Sabtu (14/9/2014).
Diberitakan sebelumnya, Ali Akbar, salah seorang arkeolog yang terlibat riset, mengatakan bahwa koin tersebut merupakan benda kuno yang diduga berfungsi sebagai jimat. Koin tersebut diduga berasal dari masa antara 500- 5.200 SM.
Kondisi koin saat ditemukan sudah berwarna kehijauan. Warna itu membuat Ali yakin bahwa koin yang ditemukan memang berusia sangat tua. Ribuan tahun terpendam di tanah, koin mengalami proses oksidasi sehingga berubah warna.
Namun, arkeolog dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, tak yakin bahwa koin yang ditemukan sudah berusia ribuan tahun. Ia melakukan analisis. "Itu koin mirip dengan koin Netherland Indie yang terbit tahun 1945," katanya.
Kemiripan kedua koin terlihat dari motifnya. Koin Netherland Indie juga memiliki motif gawangan di tepi dan bulatan di bagian tengah.
Lutfi menambahkan, usia koin juga tidak cocok dengan klaim usia lapisan tanah tempat koin ditemukan. Ditemukan pada kedalaman 11 meter, merujuk pada klaim tim riset Gunung Padang sebelumnya, seharusnya koin berusia jauh lebih tua dari masa 5.200 SM.
"Koin yang disimpulkan dibuat dengan teknik cetak ini kalau ditempatkan ke dalam lintasan pertanggalan karbon yang telah mereka buat umurnya lebih dari 22.770 tahun lalu karena berada di kedalaman 11 meter," _Selain menemukan sejumlah artefak unik pada ekskavasi permulaan, Timnas Peneliti Gunung Padang, juga menemukan artefak mirip senjata khas Jawa Barat, kujang.
"Benda ini telah diamati dan diperkirakan asli buatan manusia zaman dulu, batunya dipangkas di semua permukaan dan digerinding atau digosok, sehingga menjadi halus termasuk permukaannya," kata Ali Akbar, Timnas Peneliti Gunung Padang, Senin kemarin.
Ali Akbar menjelaskan, sebelum prasejarah teknik tersebut sudah dikenal dan dipergunakan masyarakat. Selain itu, bentuk benda seperti itu mungkin hanya satu-satunya, bukan saja di Indonesia bahkan di dunia.
Saat ini, ungkap dia, pihaknya sedang meneliti secara intensif dan dalam waktu dekat akan meminta izin supaya artefak itu dibawa ke laboratorium di Jakarta.
"Kami punya alat yang namanya mikrotemografi seperti cytiscan yang nantinya benda tersebut dimasukkan ke lab, untuk mencari tahu sebelah mana benda yang dimodifikasi oleh manusia zaman dulu," katanya.
Dia menjelaskan, apakah pada benda tersebut ada kemungkinan mengandung zat-zat atau material yang menempel atau bekas tumbuhan atau dipakai untuk menebang pohon atau lainnya.
"Minggu depan artefak yang ditemukan di bagian selatan teras lima tertimbun cukup dalam akan kami bawa ke lab di Jakarta untuk diteliti," kata Ali lagi.
Selain artefak berbentuk kujang, tim juga menemukan beberapa tembikar atau gerabah yang menunjukkan manusia sudah memiliki kemampuan untuk membuat wadah. Benda tersebut diperiksa oleh ahli tembikar atau gerabah dan ternyata pembuatannya kala itu menggunakan teknik yang ditekan, bukan menggunakan roda putar.
"Kalau roda putar teknik belakangan yang dipakai manusia. Ini ditekan teknik awalnya sehingga periodenya memang cukup tua. Dari berbagai bentuknya kami sudah pelajari dan tembikar-tembikar itu ada yang seperti kendi dan piring," kata Ali.
Penemuan gerabah itu, hampir semuanya ditemukan di Teras 2, dan temuan kendi cukup banyak dalam kondisi pecah-pecah.
Tim peneliti telah membuat secara simulasi kemungkinan benda itu untuk prosedur prosesi dari penziarah yang datang dari utara mengambil air untuk bersuci dengan kendi, naik ke tangga utara dan terus hingga ke teras 1, lalu membasuh diri.
"Setelah membasuh diri, benda itu ditinggalkan, lalu mereka melakukan ritual berikutnya. Itu jenis-jenis artefak pertama dari tanah liat," kata Ali.
Penemuan artefak lainnya, adalah artefak yang mirip alat logam yang bentuknya seperti pisau. Jika dilihat secara seksama maka benda ini seperti ada pegangannya, lalu ada bentuk tajaman ukuran kecil.
"Mungkin pegangan ini, dulu ada gagangnya dan tajaman pisau ini kemungkinan masih panjang karena terlihat sudah patah. Dengan adanya artefak ini, warga dulu yang tinggal di situs ini sudah mengenal budaya logam," katanya.
Dia menjelaskan masyarakat yang tinggal di kawasan itu, bukan masyarakat yang berburu dan peramu makanan. "Kami belum memasukannya ke dalam laboratorium karena benda ini terlihat rapuh sekali, sedangkan di lab perlakuannya cukup banyak jadi kami simpan dulu," katanya.
Melihat berbagai penemuan artefak itu, dia menilai, warga yang sudah menetap di situs sudah teratur, mampu bekerja sama dengan baik, bergotong royong membuat bangunan yang besar. Tim peneliti situs Gunung Padang menyatakan bahwa mereka baru saja menemukan struktur dinding bangunan di bawah permukaan teras 5, area tertinggi dari situs itu.
Menurut sekretaris tim riset, Erik Rizki, struktur dinding itu menerus pada lubang galian hingga kedalaman 3,3 meter.
Struktur dinding dinyatakan tersusun atas batuan andesit. Bantuan direkatkan oleh semacam semen purba.
Dalam keterangan yang diterima Kompas.com, Jumat (26/9/2014), Erika mengklaim bahwa struktur itu menjadi bukti adanya ruangan di bawah teras lima.
Struktur itu diduga buatan manusia, sebagaimana sejumlah artefak yang dinyatakan ditemukan pada kedalaman 1-2 meter di teras tersebut.
Ekskavasi Gunung padang berlangsung sejak 14 September 2014 lalu. Sejumlah artefak ditemukan, mulai koin hingga batuan serupa dolmen.
Temuan menuai sejumlah kontroversi. Soal koin misalnya. Sejumlah arkeolog meragukan koin yang ditemukan memang berasal dari masa 5.200 SM seperti yang diklaim tim riset.
Erik mengatakan, ekskavasi masih akan dilanjutkan hingga mencapai dasar dari struktur dinding yang ditemukan hari ini.
Ekskavasi Gunung Padang menggunakan dana abadi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dana yang dialokasikan untuk tahap ini adalah Rp 3 miliar.