29/03/2020
Tanjung, Peneduh Jalan Berkhasiat Obat
Tanjung (Mimusops elengi, Linn.). (Foto: australianseed.com)
SATUHARAPAN.COM – Pohon tanjung mudah dijumpai di perkotaan. Tajuknya yang rindah menyebabkan tumbuhan ini dipilih sebagai peneduh jalan. Bunganya yang putih kekuning-kuningan, mengeluarkan wangi semerbak pada saat musim berbunga.
Namun, tanjung ternyata memiliki manfaat lebih besar daripada sekadar menjadi tanaman peneduh jalan. Tanjung adalah pohon serbaguna, karena kayunya dikenal awet, keras, kuat, cocok untuk konstruksi yang memerlukan kekuatan, seperti jembatan, perahu, kapal laut, lantai, rangka dan daun pintu (Sarliani, 2002, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sriwijaya).
Selain itu, seluruh bagian tanamannya, seperti akar, kulit, daun dan bunganya, memiliki sejarah panjang dalam bidang pengobatan.
Tanjung, yang memiliki nama ilmiah Mimusops elengi, Linn., dari famili Sapotaceae, adalah sejenis pohon yang berasal dari India, Sri Lanka, dan Myanmar. Di daerah penyebarannya, seperti dikutip dari Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, tumbuhan ini dikenal dengan berbagai nama, seperti kaya (Burma), bakulapuspa (Nepal), enengi (Malaysia), sa koun, pji koun (Laos), affengesict (Jerman), karanicum (Prancis). Dalam bahasa Inggris, tumbuhan ini disebut bullet wood, indian medlar, spanish cherry.
Tumbuhan ini, mengutip dari Wikipedia, masuk ke Nusantara sejak berabad-abad silam, dan di daerah penyebarannya di negeri ini dikenal dengan berbagai nama daerah, di antaranya tanjong (Bugis, Makassar), tanju (Bima), angkatan, wilaja (Bali), keupula cangè (Aceh), atau kahekis, karikis, kariskis, rekes (aneka bahasa di Sulawesi Utara).
Pohon tanjung adalah tanaman keras, dapat tumbuh hingga mencapai tinggi 5 sampai 15 meter. Pohon tanjung untuk jenis pelindung jalan, sudah memiliki percabangan yang kompak sejak tinggi pohon mencapai satu meter.
Daun-daunnya tunggal, tersebar, bertangkai panjang. Daun yang termuda berambut cokelat, yang segera gugur. Helaian daun bundar telur hingga melonjong, panjang 9–16 cm, seperti jangat, bertepi rata namun menggelombang.
Bunganya berkelamin dua, sendiri atau berdua, menggantung di ketiak daun, berbilangan-8, berbau wangi semerbak. Kelopak dalam dua karangan, bertaju empat-empat. Mahkota bunga dengan tabung lebar dan pendek, dalam dua karangan, 8 dan 16, yang terakhir adalah alat tambahan serupa mahkota, berwarna putih kekuningan. Benang sari 8, berseling dengan staminodia yang ujungnya bergigi.
Buah seperti buah buni, berdaging, berbentuk gelendong, bulat telur panjang seperti peluru, 2–3 cm, awalnya berwarna hijau kemudian berubah warna menjadi merah jingga, dengan kelopak yang tidak rontok.
Biji kebanyakan satu, gepeng, keras mengilat, berwarna cokelat kehitaman.
Manfaat dan Khasiat Tanjung
Di beberapa daerah, seperti dikutip dari Wikipedia, bunga tanjung yang wangi dan mudah rontok, dikumpulkan untuk mengharumkan pakaian, ruangan, atau untuk hiasan. Buahnya yang berdaging, dapat dimakan.
Bunga, dan aneka bagian tumbuhan lain tumbuhan tanjung, memiliki khasiat obat.
Air rebusan pepagan (kulit batangnya), seperti dikutip dari Wikipedia dan juga Dr A Seno Sastroamidjojo dalam bukunya, Obat Asli Indonesia (1967), digunakan sebagai obat penguat dan obat demam. Rebusan pepagan beserta bunganya digunakan untuk mengatasi diare yang disertai demam.
Daun segar yang digerus halus digunakan sebagai tapal obat sakit kepala. Daun yang dirajang sebagaimana tembakau, dicampur sedikit serutan kayu secang dan dilinting dengan daun pisang, digunakan sebagai rokok untuk mengobati sariawan mulut.
Kulit akarnya mengandung banyak tanin dan sedikit alkaloid yang tidak beracun. Minyak yang diekstrak dari biji tumbuhan ini mengandung beberapa asam lemak. Akarnya yang dicampur dengan cuka dapat digunakan untuk mengobati sakit tenggorokan. Sastroamidjojo menyebutkan akar yang dicampur dengan cuka itu juga berkhasiat untuk obat sariawan.
Hingga kini, seperti dapat dibaca di Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine, khasiat obat dalam kandungan senyawa tanjung masih terus diteliti dan dikembangkan menjadi obat modern.
Kayu tanjung yang padat, berat, dan keras dari varietas Parvifolia yang biasa tumbuh dekat pantai, dipilih sebagai bahan pasak dalam pembuatan perahu, untuk tangkai tombak dan tangkai perkakas lain, almari dan mebel, serta untuk tiang rumah. Varietas ini bisa tumbuh setinggi 25 m. Kayu tanjung juga baik untuk dijadikan bahan ukiran, patung, penutup lantai, jembatan, dan bantalan rel kereta api.
Studi yang dilakukan A Martawijaya, I Kartasujana, YI Mandang, SA Prawira, dan K Kadir (1989), “Atlas Kayu Indonesia”, Balitbang Kehutanan, Bogor, seperti dikutip Wikipedia, menyebutkan kayu tanjung tergolong mudah dikerjakan dengan hasil yang amat baik, mudah diserut, dibor, dilubangi persegi, dan diamplas dengan hasil yang sangat baik, serta dibentuk dan dibubut dengan hasil yang baik.
Keawetan kayu tanjung termasuk dalam kelas I-II. Daya tahannya terhadap jamur pelapuk kayu termasuk kelas II, sementara terhadap rayap kayu kering termasuk kelas IV (tidak awet).
Sayangnya, kayu tanjung tidak mudah dikeringkan dengan hasil baik. Kayu ini cenderung melengkung, pecah ujung dan retak-retak permukaannya apabila dikeringkan. Meskipun relatif mudah dikupas, akan tetapi venir (lembaran tipis bahan kayu lapis) yang dihasilkan cenderung menggelombang. Pengeringan alami harus dilakukan dengan hati-hati dan dalam waktu lama.
Penelitian di India menunjukkan kandungan tanjung memiliki aktivitas antibakteria.
Editor : Sotyati