03/07/2014
Tunaikanlah Haji Sebelum Ajal Menjelang
Ketika saya berkesempatan memenuhi panggilan Allah SWT untuk menunaikan ibadah Haji ke tanah suci beberapa tahun lalu, ada sebuah fenomena yang menggelitik di hati. Saya menyaksikan bahwa jamaah Haji Indonesia memiliki rata-rata umur yang relatif jauh lebih tua jika dibandingkan dengan jamaah asal Malaysia, Singapura, China dan Negara-negara Asia lainnya.
Disamping itu, ketika saya tanyai lebih lanjut, jamaah lain banyak yang datang sudah kedua kalinya, sementara jamaah kita baru kali itu, termasuk saya. Demikianlah perbandingannya, semangat dan perhatian berhaji masyarakat Negara lain dengan prioritas berhaji masyarakat kita. Sebenarnya kewajiban haji memang hanya satu kali saja seumur hidup. Tapi yang menjadi masalah adalah menunaikan Haji yang merupakan rukun Islam kelima ini, bagi sebagian besar umat Islam kita sering menjadi prioritas kesepuluh atau bahkan kedua puluh setelah prioritas kehidupan dunia lainnya seperti beli rumah, beli kendaraan, jalan-jalan keluar negeri, investasi tanah, beli barang berharga, perhiasan dan agenda lainnya.
Haji adalah Rukun Islam
Banyak orang belum memahami secara paripurna beda antara sesuatu yang rukun (wajib) dengan bukan yang rukun (sunnah, makruh, mubah). Untuk lebih mengingatkan bedanya, coba ikuti beberapa ilustrasi berikut ini. Kalau kita bersekolah, apa yang menjadi rukun sekolah itu?. Rukun sekolah artinya jika tidak dijalankan atau tidak diikuti maka tidaklah kita dikatakan sudah bersekolah. Misalnya, apakah kita dikatakan bersekolah jika kita tidak mengikuti proses belajar mengajar secara disiplin?, apakah kita disebut tamat sekolah SMP jika tidak mengikuti ujian akhir atau UAN?, apakah kita dianggap bersekolah jika tidak memiliki ijazah?, apakah mahasiswa disebut lulus S1 jika tidak mengikuti ujian komperehensif atau ujian akhir skripsi?, jawabannya semua adalah TIDAK, karena hal-hal tersebut wajib dijalankan atau diikuti jika hendak dikatakan sudah bersekolah.
Bagaimana dengan ilustrasi lain?, seperti rukun naik pesawat atau rukun sehat?. Untuk dikatakan naik pesawat atau terangkut oleh pesawat, maka rukunnya antara lain adalah kita harus memiliki tiket pesawat, kita harus hadir paling lambat 30 menit sebelum pesawat terbang dan tentunya kita harus masuk ke dalam pesawat jika hendak dikatakan naik pesawat dan jika hendak terbang bersama pesawat ke tempat tujuannya masing-masing. Apakah ada yang mau coba-coba tidak punya tiket, lalu hadir terlambat dari jam penerbangan dan hanya duduk-duduk saja di ruang tunggu lalu membiarkan pesawat terbang sendiri?. Bisa saja Anda coba melakukan itu, tetapi Anda tidak bisa dikatakan naik pesawat saat itu. Artinya jika Anda tidak menjalankan rukun naik pesawat, maka Anda tidak bisa dikatakan telah naik pesawat. Jika ada yang berani, maka pastilah dia tidak bisa dikatakan menjalani hidup sehat.
Jika ilustrasi dan logika rukun pada kasus sekolah dan naik pesawat di atas kita bawakan kepada logika Haji yang juga merupakan rukun Islam, apa kesimp**an yang dapat kita ambil?. Bahwa jika seseorang muslim dan muslimat tidak menjalankan ibadah Haji selama hidupnya padahal dia mampu, maka dia tidak dapat dikatakan telah menjadi Islam. Celakalah orang yang mampu berhaji tetapi tidak terpanggil dan tidak berusaha skuat tenaga untuk menjalankan ibadah haji, meskipun hanya satu kali seumur hidupnya. Mereka meletakkan dan menjalankan dengan baik arti rukun pada kasus bersekolah, naik pesawat serta hidup sehat, tetapi mereka melalaikan bahkan seolah tidak mengerti arti rukun pada tema rukun Islam yang salah satunya adalah menunaikan ibadah Haji ke tanah suci.
Firman Allah dalam Al-Quran; “Disana terdapat ayat-ayat yang jelas dan ada maqam Ibrahim. Barangsiapa yang memasukinya, amanlah dia. Hanya untuk Allah-lah kewajiban haji atas manusia, yaitu bagi yang mampu melakukan perjalanan besar. Dan barangsiapa yang kafir, sesungguhnya Allah Maha Kaya dari seluruh alam semesta.” (QS Ali’Imran ; 97).
Dan Rasulullah SAW perbah bersabda: Diriwayatkan oleh Al-Imam Sa’id bin Manshur dari sahabat Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata: “Sungguh aku bertekad mengirim pasukan ke penjuru dunia untuk memantau orang-orang yang mempunyai kelapangan harta namun tidak mau berhaji dan menarik upeti dari mereka. Mereka bukan orang Islam”.
Diriwayatkan p**a dari sahabat Ali bin Abi Tahlib radhiyallahu ‘anhubeliau berkata: “Barang siapa yang mampu berhaji namun tidak mau menunaikannya, maka tidaklah ia meninggal dunia melainkan dalam keadaan Yahudi dan Nashrani.”
Alasan tidak mampu yang keliru besar
Jika ditanya kepada yang belum Haji, mengapa tidak bersegera dan tidak berusaha keras menunaikan Haji?, jawaban klasik yang terlontar dari mulut mereka adalah belum memiliki kemampuan alias belum mampu. Apakah benar demikian adanya bahwa sesungguhnya mereka memang termasuk orang yang tidak mampu menjalankan ibadah Haji?. Sesungguhnya, masalah mampu atau tidak mampunya seorang muslim untuk menjalankan rukun Islam kelima yaiyu HAJI, dapat dilihat dari 3 kriteria, yaitu: mampu secara materi, mampu secara fisik serta mampu secara mental.
Pertama; Mampu secara materi, apakah jika seseorang telah bisa membeli rumah, apalagi bisa membeli kendaraan motor dan mobil, telah memiliki sebidang tanah untuk investasi, bahkan telah memiliki usaha kecil-kecilan masih bisa tergolong tidak mampu secara materi?. Jika dia sudah membeli rumah, paling sedikit harga rumahnya adalah adalah Rp 50 juta, bahkan banyak yang sudah ratusan juta dan milyar, apakah berangkat haji yang hanya Rp 35 juta masih dapat dikatakan dia tidak mampu membayarnya?. Apalagi membeli rumah bukan termasuk rukun kehidupan bukan?. Apakah orang tidak bisa hidup kalau tidak membeli rumah?, apakah dengan mengontrak rumah saja tidak bisa hidup?. Ya, dengan mengontrak rumah, maka dia bisa dikatakan memenuhi syarat kehidupan, tetapi dengan tidak menjalani ibadah Haji, apakah masih bisa dikatakan Islam?. Naudzubillahiminzalik, semoga kita terhindar dari kekufuran seperti ini, mengatakan tidak mampu secara materi untuk naik haji, padahal sudah memiliki harta, rumah, dan kendaraan yang jauh lebih mahal dari ongkos haji.
Kedua; Mampu secara fisik, apakah dengan menunda-nunda berangkat haji sampai tua akan membuat Anda lebih mampu secara fisik untuk berangkat Haji?. Justru, semakin tua usia kita dan semakin renta p**a fisik kita, sehingga akhirnya benar-benar Anda tidak mampu menjalankan ibadah haji. Karenanya selagi muda, maka Anda sangat memiliki kemampuan secara fisik untuk menjalani ibadah Haji yang juga merupakan ibadah fisik. Jika sudah tua lalu mengatakan tidak mampu secara fisik, bukankah ini merupakan kekeliruan besar yang kita sengaja?.
Ketiga; Mampu secara mental, apakah tidak pernah terpikirkan oleh kita selama ini bahwa menunaikan ibadah itu adalah rukun Islam yang mestinya sama derajatnya dengan syahadat, shalat, puasa dan zakat?. Jika belum pernah terpikirkan sebelumnya, maka inilah saatnya mental Anda diperbaharui, dan inilah waktunya untuk menyatakan siap dan mampu secara mental bahwa hal itu wajib dan harus kita jalankan jika kita hendak dikatakan sebagai orang Islam. Semoga,tulisan ini dapat menggugah para umat Islam yang belum terpikir atau belum tergerak untuk merencanakan ibadah Haji. Segeralah tunaikan ibadah Haji sebelum ajal menjelang dan selagi Anda memiliki kemampuan. Dan berbahagialah para tamu Allah SWT yang hari-hari ini sedang mempersiapkan keberangkatan menuju tanah suci, memenuhi panggilan Allah SWT untuk menjadi umat Islam seutuhnya. Semoga ibadah Haji Anda menjadi mabrur, dan berbangga serta bersyukurlah, Insya Allah Anda sebentar lagi akan lengkap menjadi seorang muslim dan muslimat yang telah menjalankan rukun Islam yang lima secara lengkap.
Penulis: H. Walneg S. Jas
Sumber: Majalah Hajiku, Edisi Perdana, Oktober 2012
http://solusiumrahdanhaji.wordpress.com/
PT. Arminareka Perdana