10/12/2019
Hadits Keutamaan Ibadah Haji Dan Umrah
Arief Budiman, Lc. 7 April 2016 3 Comments
Share on Facebook
Share on Twitter
Hadits Keutamaan Ibadah Haji Dan Umrah
Artikel untuk rubrik hadits kali ini adalah syarah (penjelasan) hadits yang kami angkat dan terjemahkan secara bebas (dengan penambahan dan pengurangan kata dengan tanpa merubah isi dan maksud) dari kitab Minhatul โAllam fi Syarhi Bulughil Maram (5/851-868), karya Syaikh Abdullah bin Shalih al-Fauzan โhafizhahullah-, cetakan Daar Ibnil Jawzi, cetakan ke-8, Rabiโul Awwal, tahun 8421 H, Dammam, KSA.
Hadits tersebut adalah:
ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉ ุฑุถู ุงููู ุนูู ุฃู ุฑุณูู ุงููู ุตูู ุงููู ุนููู ูุณูู
ูุงู: ุงูุนู
ุฑุฉู ุฅูู ุงูุนู
ุฑุฉู ููููุงุฑูุฉู ูู
ูุง ุจููููู
ูุง ุ ูุงูุญุฌูู ุงูู
ุจุฑูุฑู ููุณู ููู ุฌุฒุงุกู ุฅูุง ุงูุฌูููุฉู
Dari Abu Hurairah radhiallahuโanhu, Rasulullah Shallallahuโalaihi Wasallam bersabda, โIbadah umrah ke ibadah umrah berikutnya adalah penggugur (dosa) di antara keduanya, dan haji yang mabrur tiada balasan (bagi pelakunya) melainkan surgaโ (HR al-Bukhari dan Muslim).
Pembahasan hadits ini akan ditinjau dari beberapa sisi:
1. Takhrij hadits
Imam al-Bukhari telah mengeluarkan hadits ini (di dalam Shahih-nya) pada Abwabul Umrah (bab-bab tentang umrah), yaitu pada Babu Wujubil Umrah wa Fadhliha (bab tentang wajibnya umrah dan keutamaannya), nomor 1773. Dan dikeluarkan p**a oleh Imam Muslim (di dalam Shahih-nya p**a), nomor 1349; dari jalan Sumayy budak Abi Bakar bin Abdurrahman, dari Abu Shalih as-Samman, dari Abu Hurairah radhiallahuโanhu, secara marfuโ (sampai kepada Nabi Shallallahuโalaihi Wasallam).
2. Keutamaan memperbanyak ibadah umrah
Hadits ini merupakan dalil yang menunjukkan keutamaan memperbanyak ibadah umrah. Hal ini disebabkan umrah memiliki keutamaan yang agung, yaitu dapat menggugurkan dan menghapuskan dosa-dosa. Hanya saja, mayoritas ulama menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah dosa-dosa kecil, dan tidak termasuk dosa-dosa besar.
Kemudian, kebanyakan para ulama pun menyatakan bolehnya (seseorang) mempersering dan mengulang-ulang ibadah umrah ini dalam setahun sebanyak dua kali ataupun lebih. Dan hadits ini jelas menunjukkan hal tersebut, sebagaimana diterangkan p**a oleh Ibnu Taimiyah. Karena memang hadits ini jelas dalam hal pembedaan antara ibadah haji dan umrah. Juga, karena jika umrah hanya boleh dilakukan sekali saja dalam setahun, niscaya (hukumnya) sama seperti ibadah haji, dan jika demikian seharusnya (dalam hadits) disebutkan, โIbadah haji ke ibadah haji berikutnyaโฆโ. Namun, tatkala Nabi hanya mengatakan โIbadah umrah ke ibadah umrah berikutnyaโฆโ, maka hal ini menunjukkan bahwa umrah boleh dilakukan (dalam setahun) secara berulang-ulang (beberapa kali), dan umrah tidaklah sama dengan haji.
Dan hal lain p**a yang membedakan antara haji dan umrah adalah; umrah tidak memiliki batasan waktu, yang jika seseorang terlewatkan dari batasan waktu tersebut maka umrahnya dihukumi tidak sah, sebagaimana halnya ibadah haji. Jadi, dapat difahami apabila waktu umrah itu mutlak dapat dilakukan kapan saja, maka hal ini menunjukkan bahwa umrah sama sekali tidak menyerupai haji dalam hal keharusan dilakukannya sekali saja dalam setahun (lihat Majmuโul Fatawa, 26/268-269).
Namun, Imam Malik berkata, โMakruh (hukumnya) seseorang melakukan umrah sebanyak dua kali dalam setahunโ (lihat Bidayatul Mujtahid, 2/231). Dan ini juga merupakan pendapat sebagian para ulama salaf, di antara mereka; Ibrahim an-Nakhaโi, al-Hasan al-Bashri, Saโid bin Jubair dan Muhammad bin Sirin. Mereka berdalil; bahwa Nabi dan para sahabatnya tidak melakukan umrah dalam setahun melainkan hanya sekali saja.
Namun, hal ini bukanlah hujjah (dalil). Karena Nabi benar-benar menganjurkan umatnya untuk melakukan umrah, sebagaimana beliau pun menjelaskan keutamaannya. Beliau juga memerintahkan umatnya agar mereka memperbanyak melakukan umrah. Dengan demikian, tegaklah hukum sunnahnya tanpa terkait apapun. Adapun perbuatan beliau, maka hal itu tidak bertentangan dengan perkataannya. Karena ada kalanya beliau meninggalkan sesuatu, padahal sesuatu tersebut disunnahkan, hal itu disebabkan beliau khawatir memberatkan umatnya. Dan ada kemungkinan lain,seperti keadaan beliau yang tersibukkan dengan urusan kaum Muslimin yang bersifat khusus ataupun umum, yang mungkin lebih utama jika dipandang dari sisi manfaatnya yang dapat dirasakan oleh banyak orang.
Dan di antara dalil yang menunjukkan keatamaan mempersering dan memperbanyak umrah adalah hadits Abdullah bin Masโud radhiallahuโanhu, bahwa Rasulullah Shallallahuโalaihi Wasallam bersabda:
ุชูุงุจูุนููุง ุจูู ุงูุญุฌูู ูุงูุนู
ุฑุฉู ุ ูุฅููููู
ุง ููููุงูู ุงูููุฑู ูุงูุฐููุจู ุ ูู
ุง ููููู ุงูููุฑู ุฎูุจูุซู ุงูุญุฏูุฏู ูุงูุฐูุจู ูุงููุถุฉู ุ ูููุณ ููุญุฌุฉู ุงูู
ุจุฑูุฑุฉู ุซูุงุจู ุฅูุง ุงูุฌูุฉู
โIringilah ibadah haji dengan (memperbanyak) ibadah umrah (berikutnya), karena sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kefakiran dan dosa-dosa sebagaimana alat peniup besi panas menghilangkan karat pada besi, emas dan perak. Dan tidak ada (balasan) bagi (pelaku) haji yang mabrur melainkan surgaโ [Hadits ini dikeluarkan oleh Imam at-Tirmidzi (810), dan an-Nasa-i (5/115), dan Ahmad (6/185); dari jalan Abu Khalid alAhmar, ia berkata: Aku mendengar โAmr bin Qais, dari โAshim, dari Syaqiq, dari Abdullah bin Masโud radhiallahuโanhu secara marfuโ. Dan at-Tirmidzi mengatakan: โHadits hasan shahih gharib dari hadits Ibnu Masโud . Hadits ini pada sanadnya terdapat Abu Khalid al-Ahmar, ia bernama Sulaiman bin Hayyan. Dan terdapat p**a Ashim bin Abi an-Nujud. Hadits mereka berdua dikategorikan hadits hasan. Karena Abu Khalid al-Ahmar seorang yang shoduqun yukhthiโ (perawi yang banyak benarnya dan terkadang salah dalam haditsnya), sedangkan Ashim bin Abi an-Nujud adalah seorang yang shoduqun lahu awhaam (perawi yang banyak benarnya dan memiliki beberapa kekeliruan dalam haditsnya)].
3. Keutamaan haji mabrur
Hadits ini menunjukkan keutamaan haji yang mabrur (baik), dan balasan orang yang mendapatkannya adalah surga. Haji yang mabrur, telah dijelaskan oleh Imam Ibnu Abdil Barr, โAdalah haji yang tidak tercampur dengan perrbuatan riyaโ (ingin dipuji dan dilihat orang), sumโah (ingin didengar oleh orang), rafats (berkata-kata keji dan kotor, atau kata-kata yang menimbulkan birahi), fusuq (berbuat kefasikan dan kemaksiatan), dan dilaksanakan dari harta yang halalโฆโ (lihat at-Tamhid, 22/39).
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa haji mabrur memiliki lima sifat:
Dilakukan dengan ikhlash (memurnikan niat dalam melaksanakan hajinya) hanya karena Allah Taโala semata, tanpa riyaโ dan sumโah.
Biaya pelaksanaan haji tersebut berasal dari harta yang halal. Nabi Shallallahuโalaihi Wasallam bersabda:
ุฅููู ุงูููู ุทูููุจู ููุง ููุจูู ุฅูุง ุทูุจูุง
โSesungguhnya Allah Maha Baik, dan Ia tidak menerima kecuali hal yang baikโฆโ. (HR Muslim, 1015).
Menjauhi segala dosa dan perbuatan maksiat, segala macam perbuatan bidโah dan semua hal yang menyelisihi syariat. Karena, jika hal tersebut berdampak negatif terhadap semua amal shalih dan bahkan dapat menghalangi dari diterimanya amal tersebut, maka hal itu lebih berdampak negatif lagi terhadap ibadah haji dan keabsahannya. Hal ini berdasarkan beberapa dalil, di antaranya firman Allah Taโala:
ุงููุญูุฌูู ุฃูุดูููุฑู ู
ูุนููููู
ูุงุชู ููู
ููู ููุฑูุถู ูููููููู ุงููุญูุฌูู ููููุง ุฑูููุซู ููููุง ููุณูููู ููููุง ุฌูุฏูุงูู ููู ุงููุญูุฌูู
โ(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan hajiโฆโ (QS al-Baqarah: 197).
Dilakukan dengan penuh akhlak yang mulia dan kelemah-lembutan, serta dengan sikap tawadhuโ (rendah hati) ketika ia berkendaraan, bersinggah sementara pada suatu tempat dan dalam bergaul bersama yang lainnya, dan bahkan dalam segala keadaannya.
Dilakukan dengan penuh pengagungan terhadap syaโa-irullah (syiโar-syiโar Allah). Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh setiap orang yang sedang melakukan ibadah haji. Dengan demikian, ia benar-benar dapat merasakan dan meresapi syiโar-syiโar Allah dalam ibadah hajinya. Sehingga, akan tumbuh dari dirinya sikap pengagungan, pemuliaan dan tunduk patuh kepada Sang Pencipta, Allah Rabbul โAlamin. Dan tanda seseorang benar-benar telah melaksanakan hal tersebut adalah; ia melaksanakan tahapan demi tahapan rangkaian ibadah hajinya dengan tenang dan khidmat, tanpa ketergesa-gesaan dan segala perkataan dan perbuatannya. Ia akan senantiasa waspada dari sikap tergesa-gesa dan terburu-buru, yang justru hal ini banyak dilakukan oleh banyak para jamaah haji di zaman ini. Ia pun akan senantiasa berusaha bersabar dalam ketaatannya kepada Allah Taโala. Karena sesungguhnya hal yang demikian ini lebih dekat untuk diterimanya ibadah hajinya di sisi Allah Taโala.
Dan termasuk bentuk pengagungan (seorang yang beribadah haji) terhadap syaโa-irullah (syiโar-syiโar Allah) adalah menyibukkan dirinya dengan banyak-banyak berdzikir, bertakbir, bertasbih, bertahmid dan istighfar. Karena ia tengah beribadah, dan ia berada di tempat yang mulia dan utama.
Dan sungguh Allah pun telah memerintahkan para hamba-Nya untuk mengagungkan, memuliakan dan menjaga kehormatan syaโa-irullah (syiโar-syiโar Allah). Allah berfirman:
ุฐููููู ููู
ููู ููุนูุธููู
ู ุญูุฑูู
ูุงุชู ุงูููููู ูููููู ุฎูููุฑู ูููู ุนูููุฏู ุฑูุจูููู ููุฃูุญููููุชู ููููู
ู ุงููุฃูููุนูุงู
ู ุฅููููุง ู
ูุง ููุชูููู ุนูููููููู
ู ููุงุฌูุชูููุจููุง ุงูุฑููุฌูุณู ู
ููู ุงููุฃูููุซูุงูู ููุงุฌูุชูููุจููุง ูููููู ุงูุฒูููุฑู
โDemikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannyaโฆโ (QS al-Hajj: 30).
Dan Allah juga berfirman:
ุฐููููู ููู
ููู ููุนูุธููู
ู ุดูุนูุงุฆูุฑู ุงูููููู ููุฅููููููุง ู
ููู ุชูููููู ุงูููููููุจู
โDemikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiโar-syiโar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hatiโ (QS al Hajj: 32).
Dan yang dimaksud dengan hurumatullah (hal-hal terhormat di sisi Allah) adalah segala sesuatu yang memiliki kehormatan di sisi Allah, yang Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk mengagungkannya, baik berupa ibadah dan yang lainnya. Dan di antaranya adalah manasik (tata cara ibadah haji) ini, tanah-tanah haram, dan ber-ihram.
Adapun syaโa-irullah (syiโar-syiโar Allah), maka maksudnya adalah lambang-lambang agama yang tampak jelas, yang di antaranya juga manasik (tata cara ibadah haji) ini. Sebagaimana firman-Nya:
ุฅูููู ุงูุตููููุง ููุงููู
ูุฑูููุฉู ู
ููู ุดูุนูุงุฆูุฑู ุงูููููู
โSesungguhnya Shafaa dan Marwah adalah sebagian dari syiโar-syiโar Allahโฆโ (QS al-Baqarah: 158).
Dan sungguh Allah Taโala telah menjadikan pengagungan terhadap syiโar-syiโar-Nya sebagai salah satu rukun dari rukun-rukun ketakawaan, dan salah satu syarat pengabdian dan penghambaan kepada-Nya. Allah pun jadikan pengagungan terhadap hurumatullah (hal-hal terhormat di sisi Allah) sebagai sebuah jalan bagi hamba-Nya untuk meraih pahala dan pemberian karunia dari-Nya.
Dan orang yang memperhatikan dengan seksama dan melihat dengan cara pandang orang yang mau belajar tata cara ibadah haji Nabi Shallallahuโalaihi Wasallam, niscaya dia akan memahami bagaimana beliau melaksanakan ibadah hajinya dengan penuh pengagungan dalam segala perkataan dan perbuatan beliau Shallallahuโalaihi Wasallam.
Wallahu Aโlam.
***
Penulis: Ust. Arief Budiman Lc.
Artikel Muslim.or.id
Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/27810-hadits-keutamaan-ibadah-haji-dan-umrah.html