Aceh Semesta Raya

Aceh Semesta Raya Kearifan Lokal Reusam, Budaya, Sejarah, Tokoh Melingkupi Bangsa Aceh

02/05/2024

Senandung Para Istri Tentara Bayaran Marsose Belanda.

Suasana Barak Militer Belanda pada awal Abad ke-20, tatkala Perang Aceh lagi sengit-sengitnya.

Sering terdengar para "Muncik" (nyai-nyai istri simpanan soldadu kroco Belanda) bersenandung sendu sambil menunggu suaminya p**ang yang menjadi soldadu kroco Belanda di front Aceh.

Potong-potong roti
Teken Soldadu

Gaji dua ribu
Jangan takut mati

Mati peperangan
Kena pelor Aceh

Aceh belum sampai
Darah sudah meleleh

Aceh belum sampai
Darah tumpah meleleh.

Gajih dua ribu gulden, sangatlah besar untuk ukuran seorang soldadu kroco. Mungkin uang sebesar itu adalah "uang duka" yang akan diterima anak-istrinya, bila suami tak kembali dari Aceh.

Oleh : Ari blogspot.com
Sumber artikel: Buku Wajah bandoeng Tempo Doeloe. Penerbit: PT. Garnesia Bandung Cetakan ke-2, 1985 Oleh: Haryoto Kunto.

02/05/2024
02/05/2024

SULTAN ACHÈH, RAJA ACHÈH, OELAMA ACHÈH DAN ANAK BANGSA ACHÈH DISEMAYAMKAN DI GAMPÔNG PANDÉË!!!

Oleh Tjut Rahmani

Di Gampông Pandéë itu, disanalah juga Pusara Sultan dan Raja, Oelama-Olama Achèh dan Rakyat Achèh disemayamkan, tidak pun dihargai oleh anak bangsa Achèh, yang tinggal bersebelahan Gampông Pandéë, Kuta Raja itu.
Tetapi dan malahan hendak p**a menjadikan tempat limpahan najis dan air najis (nya), macamnya mereka itu, bukan anak bangsa Achèh dalam IANYA berprilaku.
Teuku Zainuddin, dengan kantuknya, sampaikan menopangkan kelopak matanya, dengan LIDI KALAM, untuk menggurat Prosa-nya:

GAMPÔNG PANDÉË, agar dapat dipersembahkan kepada kita, dan agar hati kita sudi dan mau membacanya, sedangkan beliau itu, tinggal jauh di Gampôngnya TEUKU ANGKASAH, dicelah-celah dua tapak kaki, di TAPAK TUAN.

Pyramid pusaranya Fir'aun dan turunannya di Mesir. dan juga Taj Mahal, pusara Mumtaz Mahal, istrinya Shah Jehan (1628-1658), di India, dinilai tinggi oleh Dunia, dan diabadikan kemudiannya sebagai UNESCO Heritage.
Dan lihat p**a Suharto, di Jawa, yang dipusarakan dengan batu marmar yang diimport langsung dari Italia, yang oleh mahasiswa Universitas Indonesia, Jakarta, telah memberikan "harga", dengan "nilai", yang termahal ketiga didunia, ikut cost dari bahan konstruksinya dan cost architecture designnya, setelah Pyramida dan Taj Mahal, mengingat jasa beliau dari (1939-1942) sebagai KNIL Belanda dan dari (1942-1945) sebagai PETA Jepang serta dari (1967-1998) sebagai Presiden ke-II R.I., pusaranya diharumi dengan bau asap bakaran cendana dari Sumbawa.
Pusara Sultan dan Raja, Oelama-Olama Achèh dan Rakyat Achèh disemayamkan di GAMPÔNG PANDÉË itu, lebih jauh usianya berbandingkan dengan usianya Taj Mahal-nya Shah Jehan (1628-1658).

Patut ditanyakan tentang pusara dari Sultan Ali Mughayat Shah (1496-1528), Sultan Achèh Moderna: Dimanakah beliau itu disemayamkan?

Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam (1601-1636), dari Kerajaan (Negara) Achèh Darussalam, saja boleh dijadikan tolok ukur, mengapakah disitu, di Complex Baperis disemayamkan?

Jadi omongan dan ocehan yang menyebutkan dirinya " archeologist" , jangan didengar!

Foto makam Sultan Ali Mughayat Syah

02/05/2024
17/01/2024

Perjuangan Teuku Ibrahim Lam Nga Suami Pertama Dari Cut Nyak Dhien.

Dimulai ketika Belanda melakukan pendaratan pada tanggal 26 Maret 1873. Ketika itu Teuku Ibrahim Lam Nga ikut berjuang melawan Belanda bersama dengan Teuku Along, Teungku Imum Lueng Bata, Teuku Nanta Seutia, Teuku Rajoet (abang Cut Nyak Dhien), dan Panglima Nyak Man. Perjuangan itu terus berlangsung hingga kedatangan Habib Abdurrahman p**ang dari Pulau Penang dengan membawa bersama 2000 pasukannya merekapun bersatu.

Perjuangan mereka membuahkan hasil dengan berhasil merebut kembali Krueng Raba, Lhoknga pada awal bulan Februari 1878 dan sempat membuat pasukan Jenderal van der Heijden menjadi berantakan. Sayangnya perebutan wilayah itu tidak berlangsung lama karena adanya pengkhianatan dari Teuku Nek Meuraksa yang mendukung Belanda.[2]

Pada tanggal 27 April 1874, Teuku Ibrahim Lam Nga memimpin rakyat bersama Teuku Nanta Seutia yang ada di 6 mukim dan menyerbu Meuraksa melalui Rawa Cangkul dan Sungai Ning. Penyerbuan ini terjadi karena adanya pengkhianatan dari Teuku Nek Meuraksa yang menjalin hubungan dengan Belanda agar kekuasaannya tidak diganggu.Karena datangnya bantuan dari pasukan Belanda, maka Teuku Ibrahim Lam Nga dan pasukannya terpaksa menyingkir kembali ke Mukim 6 kawasan Nanta Setia.

30 Desember 1875, seluruh kampung di perbatasan 9 Mukim dan 6 Mukim telah ditaklukkan oleh Belanda. Benteng-benteng di dekat Bitai dan Lamjamee yang berada di bawah pimpinan Teuku Nanta Seutia juga telah dikepung oleh Belanda. Sekitar pukul tujuh pagi, pasukan Belanda bergerak dari 9 Mukim menuju Peukan Bada, ibu kota dari 6 Mukim.

Teuku Ibrahim Lam Nga juga segera mempersiapkan keluarganya untuk mengungsi ke arah barat melalui Lampageu dan Lamteungoh dengan tujuan Pegunungan Paro dan Blang Kala, bahkan jika perlu ke arah 4 Mukim.[3] Sedangkan perjuangan Teuku Ibrahim Lam Nga sendiri terus berlanjut dengan memimpin pasukannya di daerah Peukan Bada, Lammanyang, Lampadang, Ajun, Lam Hasan bahkan hingga ke Glee Bruoek (wilayah Aceh Barat).

Wafat.

Pada malam tanggal 29 Juni 1878, para panglima dan pejuang berkumpul di Glee Taron untuk mempersiapkan pengepungan kembali Krueng Raba. Ketika tengah malam, sebuah pasukan yang dipimpin oleh Jenderal van der Heijden menyerbu tempat tersebut hingga menyebabkan Teuku Ibrahim Lam Nga, Teuku Rajoet, dan Panglima Nyak Man meninggal dunia. Ketiga syuhada ini dimakamkan di Mesjid Montasik, Aceh Besar [AL FATIHAH]]

Referensi Sunting :

"Garam Cinta Lamnga". acehnetwork.com (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-17. Diakses tanggal 2018-09-17.

Abdullah, M. Adli (2011). Membedah Sejarah Aceh. Banda Aceh: Bandar Publishing. ISBN 978-602-95119-2-5.

Lulofs, M. H. Szekely (2017). Cut Nyak Din, Kisah Ratu Perang Aceh. Jakarta: Komunitas Bambu. ISBN 979-3731-81-8.

17/01/2024

CISAH Temukan Nisan Kakek Sultan 'Ali Mughayat Syah.

Mapesa AcehJuni 18, 2020

PIDIE JAYA-Tim Center for Information of Sumatra-Pasai Heritage (CISAH) menemukan makam Sultan Munawwar Syah di Gampong Meunasah Hagu, Kecamatan Pante Raja, Kabupaten Pidie Jaya pada sabtu (16/11/2013).

"Sultan Munawwar Syah adalah kakek dari Sultan 'Ali Mughayat Syah, pelopor kebangkitan Kerajaan Aceh Darussalam di awal abad ke-16 Masehi," kata Sukarna Putra, Wakil Ketua Cisah kepada Misykah.com, Minggu (17/11/2013).

Penemuan makam Sultan Munawwar Syah ini, kata Sukarna Putra, berawal dari informasi dari buku "Tawarikh Aceh dan Nusantara" yang ditulis oleh H.M. Zainuddin pada dekade 60-an abad ke-20 M. "Tim CISAH berusaha menelusuri kembali kebenaran informasi itu," katanya.

Dan akhirnya sekitar pukul 15.30 WIB, kemarin (Sabtu), setelah menaiki bukit terjal yang disebut dengan buket Tu di Gampong Meunasah Hagu, kami Tiba di sebuah kompleks pemakaman kuno," Ujar Sukarna Putra.

Kompleks makam itu dikenal masyarakat setempat dengan Jirat Teungku Meurhom. "Jirat (makam) ini dulunya sering diziarahi untuk melepaskan nazar atau hajatan lainnya," tutur Ilyas, 35 tahun, warga setempat. "Tapi sekarang sudah agak jarang yang melepaskan nazar di sini," kata dia lagi.

Berdasarkan pengamatan Tim CISAH, kata Sukarna Putra, pada nisan makam sebelah selatan atau kaki, baik sisi depan maupun belakangnya, terdapat tulisan yang secara terang menyebutkan bahwa Sultan Munawwar Syah adalah putra dari Sultan Muhammad Syah Lamuriy.

Dari data sejarah yang pernah dihimpun CISAH di kawasan situs sejarah Lamreh dan Kuta Leubok, Sultan Muhammad Syah berpusara di lokasi situs pemakaman Kuta Leubok, Aceh Besar, setelah wafatnya pada 908 H," ujarnya.

Menurut peneliti sejarah dan kebudayaan Islam, Taqiyuddin Muhammad, temuan tersebut memastikan bahwa kawasan situs Lamreh dan Kuta Leubok merupakan kota tinggalan sejarah Kerajaan Lamuri yang pernah disebut dalam prasasti Tamil peninggalan Kerajaan Chola di India Selatan (1000-2000 M) dan laporan-laporan Arab-Persia.

Penyebutan "Lamuriy" pada epitaf nisan tersebut, kata Taqiyuddin Muhammad, sejauh ini merupakan satu-satunya dan adalah kali pertama ditemukan di Aceh. "di samping telah menyingkap suatu kenyataan sejarah yang baru bahwa indatu pada penguasa Aceh dalam mada abad ke-16 adalah Sultan Muhammad Syah yang dimakamkan di Kuta Leubok, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar," ujarnya.(SYD)

Sumber: CISAH

Batu nisan penanda kubur Sultan Munawwar Syah bin Sultan Muhammad Syah Lamuri
di Gampong Meunasah Hagu, Kecamatan Pante Raja, Kabupaten Pidie Jaya
Foto: Khairul Syuhada

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Ahmad Mukhlis, Syeikh Munawar
15/11/2023

Terima kasih kepada pengikut terbaru saya! Senang Anda bergabung! Ahmad Mukhlis, Syeikh Munawar

Address

Langsa
24413

Website

Alerts

Be the first to know and let us send you an email when Aceh Semesta Raya posts news and promotions. Your email address will not be used for any other purpose, and you can unsubscribe at any time.

Share


Other Langsa travel agencies

Show All

You may also like