28/08/2016
Najaba dan Buku Anak Semua Bangsa
Beberapa hari belakangan ini, Najaba sedang asyik menyelesaikan bacaan Bumi Manusia. Bacaan itu habis diselesaikan pada hari sabtu malam minggu. Kisah cinta Minke dan Annelies yang diakhiri dengan pelayaran paksaan Annelies ke negeri Kincir Angin itu, menyisakan tanda tanya besar dan rasa ingin tahu yang menggebu-gebu di hati Najaba. Karena Bumi Manusia adalah buku pertama dari Tetralogi tulisan Pram, maka Najaba sangat berkeinginan membaca buku kedua, Anak Semua Bangsa.
Pada keesokan harinya, minggu, Najaba berada di rumah sendirian. Dan memang pada hari-hari weekend, Najaba lebih sering sendiri karena teman-temannya hampir tiap weekend pulang kampung. Karena merasa sepi dan penasaran akan lanjutan cerita Minke dan Annelies, Najaba memutuskan untuk mencari seri kedua dari tetralogi buku itu.
Dia menuju ke salah satu toko buku yang sering dikunjungi, T*** Mas. Di sana hanya ada seri ketiga dari tertalogi itu, Jejak Langkah. Seri keduanya sudah habis. Akhirnya Najaba memutuskan untuk mencari buku kedua itu di toko buku lainnya di pusat kota, Gr***dia. Ini kali pertama ia masuk toko buku itu di Surabaya.
Sesampai di toko, ia berkeliling, membaca-baca rak-rak buku, mencari rak yang bertuliskan novel atau fiksi. Setelah ketemu, dia melihat-lihat deretan buku di rak-rak tersebut. Ketemulah buku-buku tetralogi itu. Dilihatnya harga yang tertera di belakang sampul buku. Setelah itu, buku itu dikembalikan pada tempat semula. Najaba menurutkan kedua langkah kakinya, kedua matanya tetap terarah pada buku-buku yang berjajar-jajar, berbaris-baris.
Tak lama, handphonnya berdering.
“Halo, pie Ndul, ada apa?”
“Kamu lagi apa?”
“Jalan-jalan di toko buku.”
“Carikan tiket hari ini, dari Jakarta ke Semarang.”
“Hari ini.?! Jam berapa? Mendadak sekali.” Jawab Najaba.
“Jam 15 an, tadi aku cek di web-web online ada.”
“Sebentar ya, aku lagi di toko buku. Belum bisa transaksi, token e-banking ku di rumah. Nanti kalau sudah di rumah Najaba carikan.”
“Masih lama pulangnya?”
“Mungkin sejam lagi.”
“Nanti keburu ga bisa berangkat lah.”
Kenapa ga cari di web-web ticketing aja? Coba sambil cari dulu. Kalau belum dapat, nanti sesampai di rumah Najaba bantu carikan.”
“Sudah, tapi time limit bayarnya cuma sebentar, tidak cukup waktuku. Oke.”
Beberapa saat kemudian, Najaba mengambil seri kedua buku tetralogi itu dan menuju ke kasir. Setelah membayar harganya, Najaba langsung pulang ke rumah untuk segera membuka lanjutan cerita itu.
Sampai di rumah, Najaba menghubungi temannya yang minta bantuan dicarikan tiket tadi.
“Sudah dapat tiketnya? Siapa yang mau bepergian?”
“Belum, saya sekeluarga, bertiga.”
Najaba segera membuka website miliknya, membuka laman ticketing pesawat. Melakukan booking perjalanan untuk temannya sekeluarga dari Jakarta ke Semarang.
“Jam 15. 15, S**w*j**a air. Issued?”
“ok. Issued langsung. Saya siap-siap lalu langsung menuju bandara.”
“Issued done. Tiket sudah Najaba kirim ke WhatsApp.”
“Ok. Terimakasih.”
“Yup. Sama-sama. Ngomong-ngomong, ada apa kok mencari tiket mendadak?”
“Mbah saya ada yang meninggal di kampung.”
“Semoga khusnul khotimah, turut berduka cita. Dan semoga perjalannya lancar.”
“Ya, terimakasih. Amin.”
Dalam hati, Najaba bergumam.
“Untungnya punya website tour travel sendiri sehingga dapat membantu teman yang sedang membutuhkan. Selain itu, sedang apa dan di mana pun, kita tetap dapat melayani orang yang membutuhkan jasa kita. Belum lagi, kita masih dapat prosentase keuntungan tersendiri, meskipun kita menjual tiketnya sama dengan harga yang diberikan dari maskapai.”
www.najabatorutravel.com