07/07/2024
Tiba-tiba wajah Porter mendadak berubah pucat, hanya ada satu titik yang ia lihat di ujung binokular! entah apakah itu MacIntyre ataukah Ghilini, yang pasti titik itu seolah membeku sekarang, diam tak bergerak di atas tebing!
Menyadari kondisi tersebut, Porter segera dapat menduga apa yang telah terjadi. Ia bergegas berlari ke arah base camp, memgambil perlengkapan darurat dan mengajak serta Sherpa Pinjoo yang ada di base camp saat itu.
“Ada apa, apa yang telah terjadi?”
Sherpa Pinjoo memanggul ranselnya dengan cepat, di depannya John Porter sedang berusaha memasang crampon dengan tergesa.
“I don’t know, saya hanya melihat salah satu dari mereka tiba-tiba menghilang!”
Porter menjawab sambil berdiri dengan cepat kemudian menyambar kapak esnya dan berlari ke arah Tebing Selatan Annapurna, di belakangnya Sherpa Pinjoo mengikuti langkahnya dengan tergopoh.
Pikiran berkecamuk tak menentu dalam benak John Porter sambil berlari ke arah wajah selatan Annapurna. Butuh waktu berjam-jam setidaknya untuk mencapai kaki gunung itu dari base camp.
Terbayang lagi di benak Porter pelukan MacIntyre pada hari sebelum mereka berangkat mendaki. Sebenarnya itu terasa aneh, belum pernah MacIntyre melakukan hal serupa selama puluhan kali mereka mendaki bersama. Tapi Porter tak ingin larut dalam kecamuk dugaan yang bukan-bukan, tidak ada yang dapat dipastikan sampai ia dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Titik kecil yang membeku di ujung lensa binokularnya juga tidak dapat ia pastikan, apakah itu Alex ataukah Ghilini. Didorong oleh rasa penasaran dan secepatnya ingin mengetahui apa yang terjadi, John Porter dan Sherpa Pinjoo mempercepat langkah mereka.
Sekitar tiga atau empat jam kemudian keduanya mencapai sebuah padang salju yang agak landai menjelang kaki wajah selatan Annapurna. Di ujung jalan bergerak sesosok tubuh yang berjalan dengan gontai ke arah mereka. Dari warna pakaian dan ransel yang ia kenakan, John Porter dan Sherpa Pinjoo sudah dapat mengetahui kalau itu adalah Rene´ Ghilini. Porter mempercepat langkahnya, hampir setengah berlari di antara salju bubuk yang membenam sebatas mata kaki, sementara Sherpa Pinjoo yang ada di belakangnya juga mengejar Porter dengan terburu. Sekitar lima belas menit kemudian John Porter dan Sherpa Pinjoo telah berhasil menyongsong Rene´ Ghilini.
“Apa yang telah terjadi? Dimana Alex?”
Porter menyerbu dengan suara tergesa. Matanya menemukan sebuah semburat duka dan keguncangan di balik tatapan mata Rene´ Ghilini, ia semakin yakin sesuatu yang buruk telah terjadi.
Rene´ Ghilini yang tiba di hadapan Porter dan Sherpa Pinjoo dengan wajah lelah, muram, shock, terguncang, hanya menjawab pertanyaan John Porter dengan terisak. Sebelum John Porter atau Sherpa Pinjoo sempat bertanya lagi, Rene´ Ghilini terduduk sambil berucap.
“Alex is gone.”
***
Dikutip dari buku MAUT DI GUNUNG TERAKHIR: HIDUP SEHARI SEBAGAI HARIMAU, karya Anton Sujarwo. Halaman 415-418.