29/10/2019
BUSINESS SUDAH GROWTH TAPI.. TAPI MASIH COLLAPSE JUGA
JANGAN SALAHKAN BISNISNYA, TAPI LEADERNYA
Padahal sudah Growth tapi koq masih bangkrut juga?
Adakah perusahaan yang mengalami kejadian seperti ini?
Buanyaakkk sekali...Korban disrupsi
Memang sih.. sebenarnya ada signal kuat kalo bisnis masuk ke "declining phase"...Tapi laporan keuangan tahunan bahkan sudah tak sanggup lagi menangkap sinyal ini.
Karena semua terjadi terlampau cepat
kenapa tiba-tiba pengen bahas materi ini..
Tiba-tiba diingetin sama email dari Kek Jamil Azzaini.. karena subscribe ke blog beliau jamilazzaini.com.
http://www.jamilazzaini.com/jebakan-kesuksesan/
Sebuah tulisan yang menggugah dan menghentak.
Tentang "Jebakan Kesuksesan.." Sudah sukses koq masih collapse juga. Apa yang salah
Kadang sebuah perusahaan terlampau happy dengan pencapaian yang sedang diraih saat ini..
Secara finansial padahal mereka sangat sehat pada awalnya..
Laporan keuangan selalu bertumbuh
Net Profit.. EBITDA.. PBV semua naik...
Tiba-tiba anjlok dan bangkrut aja
Kalo di artikelnya Kek Jamil kita menemukan Kodak dan Yahoo yang diangkat disana
Kodak terlibas oleh temuannya sendiri.. digital camera, karena mindset mereka masih tertanam kuat bayang-bayang kesuksesan analog camera
Yahoo.. yang sempat menolak tawaran kerjasama dari Sergey Brin dan Larry Page yang dulu bukan siapa-siapa dengan Googlenya.. sekarang harus mengakui valuasi Yahoo sudah gak ada seujung kukunya Google
Tahun 2000 ketika email masih jaya-jayanya pernah merasakan valuasi 125 miliar dolar.. namun pas diakuisisi Verizon 17 tahun setelahnya pasrah di harga 5 milyar dolar
Namun kompetisi sekarang makin acak.. makin random
Masih bagus itu Yahoo lawannya Google masih jelas..
Sama-sama main search engine.. sama-sama email service provider.
Nah sekarang siapa yang akan terbantai dengan siapa gak akan jelas, karena bisa jadi lawan kita adalah sama sekali yang berbeda dengan kita.
Ketika era Fintech dan cashless society makin meraih kepopulerannya, trust terhadap uang digital makin naik, perbankan bisa saja dilibas gojek dengan Gopay nya, atau Telkomsel dengan TCASH nya
Mereka pemilik ekosistem yang paling besar akan merajai semuanya. Iya seperti hukum rimba.. "Winner takes all"
Pemenang akan melakukan aksi "Sapu Bersih".. semua bidang digarap... diakuisisi.
Lainnya gak disisain apa-apa.
Paling remah-remah rengginang di kaleng Khong Guan
Yang besar makin menggurita.. yang kecil cuma dua pilihan.. mau dicaplok atau "harakiri" biar terhormat.
Harakiri.. iyaa.. membunuh bisnis sendiri.. yah mau gimana lagi, udah gak untung, pelanggan gak ada.. biaya operasional terus menggulung.
Umumnya mereka yang merasakan ancaman ini lebih merelakan kalo bisnisnya dicaplok. Paling tidak mereka masih merasakan "ngantor di kantor mereka". Meskipun pemiliknya sudah beda.
Macam bluebird yang mengangkat bendera putih dan berdamai dengan gojek.
Kenapa sering kali BUSINESS LEADER sering kali terlambat mengambil keputusan?
Iya.. kalo business bangkrut satu-satunya yang bertanggung jawab adalah leadernya.. CEO nya. Sang pilot, sang nahkoda bisnis tersebut.
Kalo ada kemajuan atau kemunduran dengan sebuah bisnis..ialah orang pertama yang bertanggung jawab
Bukan bagian produk.. bukan p**a marketing..bukan p**a R&D.. apalagi HRD. Tapi leadernya.
Karena ia lah yang mestinya paham memanfaatkan resource yang dipunyai perusahaannya, paham bagaimana arah persaingan kedepannya, paham bagaimana men develop team.. dan banyak hal strategis lainnya.
Dan ini berlaku bukan hanya untuk perusahaan besar ya.. entitas bisnis kecil sekelas UKM pun harus paham dan melek dengan trend bisnis kedepannya.
Ketika semua bisnis mulai menggunakan bot dan machine learning untuk memproses orderan dan melayani pertanyaan pelanggan, ketika negara maju mulai mempekerjakan "3D Printing".. kita masih ngotot memperbanyak tenaga manusia dan makin murah menggajinya. Karena sudah tidak mampu lagi bersaing dengan efisiensi mesin.
Dampaknya..ketika kompetitor yang lebih bisa merangkul teknologi akan bisa memangkas biaya besar-besaran, sedangkan kita masih bermasalah dengan human capital, dengan pekerja yang sibuk mendemo karena upah kerendahan.
Kita pun sebagai business owner berdalih.. Tolonglah karyawan ikut mengerti.. bisnis kita sedang berjuang dari kebangkrutan.
Disatu sisi karyawan juga menahan himpitan kebutuhan rumah tangganya.
Jika kondisinya seperti ini, bagaimana kita akan mendapatkan suasana kerja yang kondusif.
Gak heran jika salah satu perusahaan asuransi jepang Fukoku Mutual Life Insurance mengganti 30 karyawannya dengan sebuah mesin berbasis Artificial Intelligence. Dampaknya produktivitas melonjak naik 30%.
Mesin ini gak pernah ngeluh, gak pernah komplain, gak pernah minta cuti.
Jika Anda seorang investor, mana coba yang kira-kira kita pilih?
Tentu saja yang memberikan margin paling besar/
Investor mah gak pernah mau tau caranya seperti apa.. yang penting yang cuannya paling besar ya itulah yang menang.
Ahh gak manusiawi.. kasihan kan karyawan nya jadi kehilangan pekerjaan.
Percayalah.. era digital memang akan memberangus pekerjaan yang sifatnya rutinitas dan repetitif atau berulang-ulang.
Tapi.. ia juga membuka ribuan lapangan pekerjaan baru, bisnis baru yang sebelumya sama sekali tidak terpikirkan.
Dulu buka warung ditempat yang nyelempit, sama sekali tidak memungkinkan. Tempat harus strategis, sewa mahal. Sekarang dari rumah ditengah kampung pun bisa bikin makanan yang gak pernah sepi orderan. Gara-gara Go-Food..
Dari rumah di pucuk gunung juga bikin tutorial pemasaran, memasak, kerajinan tangan dan banyak lainnya. Yang intinya memang mau merangkul perubahan.
Kembali ke pertanyaan diatas.. kenapa BUSINESS LEADER sering terlambat ketika mengambil keputusan dan merespon keadaan..
Kita perhatikan grafik Hukum Martec ini, yang menggambarkan pola perkembangan teknologi dan organisasi
Teknologi meningkat dengan amat pesatnya secara EXPONENTIAL, sedangkan perubahan pada organisasi hanya berjalan pada LOGARITHMIC rate
Gap nya terlalu timpang
Sebuah bisnis rintisan..start up.. meskipun mereka kecil, karena menguasai teknologi mereka bisa berkembang dan bertumbuh secara eksponensial
Sedangkan organisasi-organisasi bisnis besar hanya mampu bertumbuh secara pola incremental biasa
Menurut hukum INCREMENTAL.. bisa tumbuh sepuluh persen setahun itu sudah bagus banget dan sehat
Apalagi jika valuasinya sudah mencapai triliunan
The "Law of big number" makin gede valuasi perusahaan makin seret dan berat naiknya
Masalahnya.. pertumbuhan sebuah bisnis di era digital ini keluar dari pakem
Tengok saja UBER..
Diluar berbagai skandal yang dialami foundernya di Kalanick, pertumbuhan Uber ini memang mencengangkan
Hanya butuh 5,5 tahun bagi Uber untuk mencapai valuasi 68 miliar dolar (2015), dan General Motors meraih nilai ini membutuhkan waktu 107 tahun
Kondisi ini mirip juga dengan Gojek nya Om Nadiem yang terinspirasi sama si Uber, yang mampu mengalahkan valuasi Garuda dan BlueBird yang dirintis dalam rentang waktu yang panjang.
Saat ini valuasi Gojek sudah mencapai 10 milyar US dollar atau 142 triliun. Nilai itu sudah 14x dari nilai valuasi Garuda yang masih di kisaran 11 miliar USD.
Yang Saya garis bawahi disini adalah.. sekarang peta persaingan bisnis di era digital tidak bisa diatasi dengan pola pikir tradisional
Mindset Incremental sudah terbukti menyerah dan mengaku kalah
Terlepas apapun bisnis Anda, berapapun skalanya saat ini, model kepemimpinan yang digunakan adalah EXPONENTIAL LEADERSHIP berbasiskan EXPONENTIAL MINDSET
Bayangkan jika anda memiliki sebuah bisnis yang bertumbuh secara incremental, sedangkan kompetitor Anda bertumbuh secara exponential.. persainganya sudah menjadi tidak relevan.. tidak fair lagi
Ukurannya bukan seberapa besar kita saat ini.. namun bagaimana cara kita bertumbuh
BAGAIMANA MENGADOPSI EXPONENTIAL LEADERSHIP PADA BISNIS KITA?
Mulailah dari diri kita sendiri.. milikilah EXPONENTIAL MINDSET
Beruntunglah jika kita masih kecil, bisnis kita masih imut-imut, masih lincah
Mengadopsi EXPONENTIAL MINDSET sebagai pola pikir baru tidak begitu menyusahkan.
Jika bisnis Anda mulai besar merubah INCREMENTAL MINDSET ke EXPONENTIAL MINDSET butuh 'pengorbanan' yang luar biasa
Ada tulisan menarik dari Mark Bonchek, founder Shift Thinking yang dimuat di Harvard Business Review dengan judul "How To Create Exponential Mindset"
Peralihan dari pola pikir Incremental ke Exponential cukup 'menyakitkan' buat mereka yang bertahun-tahun dibesarkan dengan mindset Incremental
Jika incremental mindset bertujuan untuk menciptakan 'something better', sedangkan exponential mindset tujuannya adalah menciptakan 'something different'.. karena lebih baik aja tidak cukup
Jika incremental mindset terpuaskan dengan 10% growth.. exponential berpikir 10X
Yang bikin nyesek mereka yang mengadopsi Exponential Mindset adalah di fase-fase awal ketika menumbuhkan sebuah bisnis
Pada masing-masing fase pertumbuhan bisnis antara Incremental dan Exponential sudah berbeda.
Ada tiga fase pertumbuhan bisnis..
LAUNCH, BUILD and GROW.
Pada fase LAUNCH atau peluncuran bisnis
Incremental dari awal launching sebuah bisnis sudah memiliki proyeksi yang jelas bagaimana mereka akan bertumbuh
Sebuah business plan yang baik menurut kacamata incremental, dari awal peluncuran sudah mampu memplot bagaimana mereka akan bertumbuh nantinya
Jadi dari awal mereka sudah berniat membuat produk 'sesempurna mungkin' dan ketika diluncurkan sudah tidak akan mereka otak-atik lagi.
Exponential mindset berangkat dari ketidakpastian (Uncertainty)
Alih-alih menciptakan produk yang benar-benar sempurna untuk pasar.. Exponential mindset akan secara cepat merespon problem yang ada dipasar dengan prototype yang apa adanya dulu
Kalau ternyata pasar tidak menyukai, memberikan masukan mereka tak segan mengevaluasi, merevisi, memperbaiki dan melaunch lagi produknya
Ada yang salah dan kurang pas lagi akan diiterasi lagi, dievaluasi, diperbaiki lagi dan dilaunch lagi..
Gituuuu terus sampai produk mereka bener-bener cocok sama apa yang dimaui pasar
Prinsip mereka "Fail Fast.. Fail Cheap"
Gagal lah dengan cepat..fan gagal lah dengan murah..
Anggap aja ongkos belajar dan berbenah.
Dengan pendekatan model gini.. boro-boro mikirin untung, produk diterima pasar dan dapat pelanggan aja sudah syukur. Mindset "coba-coba" ini tidak pernah ada di benak para incrementalist.
Setelah LAUNCH masuk ke fase BUILD perbedaan antara Incremental dan Exponential makin nyata.
Di fase ini lah kebanyakan mereka yang mencoba beralih dari Incremental ke fase Exponential merasakan keputusasaan
Bener-bener desperado dan putus asa habis-habisan
Jika menggunakan model incremental, fase build adalah fase business sudah terlihat hasilnya. Ibaratnya jika kita sudah menghabiskan 30% dari waktu yang kita rencanakan untuk membangun bisnis, mestinya 30% progress bisnis sudah terlihat
Pelanggan mulai bertumbuh, begitu juga revenue, profit dll semua sudah berjalan baik sesuai proyeksi
Mereka yang gak kuat mental, mereka yang berhijrah mindset ke exponential akan merasakan siksaan "Expectation Gap"
Bisa jadi waktu menjalankan bisnis sudah lewat 30%..tapi k***a masih disitu-situ saja.. mendekati "zero growth" malah, tapi bedanya dengan fase LAUNCH adalah mereka sudah mantap dengan produk yang bener-bener fit to market
Fase BUILD adalah fase-fase yang membutuhkan keberanian dan kesabaran yang luar biasa bagi pemilik exponential mindset untuk terus melaju
Dibawah tekanan yang luar biasa, waktu yang terus berjalan, progress seolah 'belum kelihatan
Sampai akhirnya masuk ke fase akhir.. fase GROW
Inilah tipping point bagi penganut madzhab EXPONENTIAL dimana penantian mereka terbayarkan tuntas
Pertumbuhan mereka akan jauh melampaui penganut madzhab incremental
Di era digital, peningkatan jumlah pelanggan bergerak semakin lama semakin sedikit rentang waktu yang dibutuhkan
Bisa kita amati disini perubahan bagaimana sebuah teknologi mencapai 50 juta pelanggan pertamanya.
Jika pesawat butuh 68 tahun untuk 50 juta pelanggan pertamanya. Mobil butuh 62 tahun, Facebook hanya butuh 3 tahun.
Dan yang mencengangkan Pokemon Go cuma butuh 19 hari.
Ketika penetrasi internet makin meluas.. maka pencapaian ini akan makin singkat dan bahkan menjadi amat sangat singkat.
Inilah yang tidak bisa ditangani pola pikir incremental
Ketika kita berencana mengadopsi Exponential Leadership ini.. maka pertama kali yg dirubah adalah MINDSET
Jika MINDSET berubah.. otomatis SKILL SET dan TOOL SET juga mengikuti
Maksudnya..
Ketika kita sudah menguasai Mindset Eksponensial.. maka kita akan menumbuhkan skill yang dibutuhkan untuk menjalankan mindset kita tadi
Termasuk cara menjalankan business kita
Cara menciptakan inovasi produk berubah
Kalo dulu perfeksionis..sekarang lebih toleran terhadap ketidaksempurnaan, tapi sebagai imbangannya kita menjadi sangat peka terhadap feedback dan insight dari market.
Cara marketing produk pun juga ikutan berubah. Kalo dulu menghambur-hamburkan uang lewat paid media, dengan outbound style yang mengganggu dan dibenci pelanggan.
Dengan pola exponential cara marketing sudah berubah. Sudah Nginbound, bukan hanya campaign marketingnya yang disukai dan diburu. Tapi pelanggan ikut-ikutan mempromosikan produk dan brand kita.
Cara mendevelop team juga berubah
Kalo dulu hanya mendelegasikan dan bagi-bagi tugas..sekarang sudah mendelegasikan "authority" berbagi kewenangan.
Dulu hanya menciptakan follower..sekarang menciptakan leader-leader baru yang bahkan mampu menciptakan unit-unit bisnis baru.
TOOLSET juga mengikuti..
Dulu anti terhadap perubahan dan alergi terhadap teknologi..
Sekarang sedikit-sedikit mengenal coding, AI, Machine Learning, Big Data dan teman-temannya sebagai bahan untuk menggali insights dan mengambil keputusan bisnis.
Jadi Eksponential Leadership adalah mode leadership yg wajib kita kuasai untuk bisa bersaing di era digital dengan pertumbuhan teknologi yg eksponensial
Sudah waktunya beralih dari mode incremental tinggalan era revolusi industri.
Jika ada peluang training atau workshop berbau Exponential Leadership.. hajar..
Kalo diluar negeri training bertemakan Exp Leadership dan Exp Mindset sudah banyak. Di Indonesia masih cukup langka bahkan kalo dibilang tidak ada.
Baru KUBIK yang secara menyelenggarakan tema spesifik EXPONENTIAL LEADER.
Ini sudah tahun kedua KUBIK menyelenggarakan tema ini.
Pembicaranya gak main-main, Guru Saya semua.
Kakek Jamil Azzaini dan Coach Indrawan Nugroho, sama-sama Foundernya KUBIK.
Sangat menarik karena 70% perusahaan-perusahaan besar di Indonesia adalah klien dari KUBIK. Coach Indrawan sendiri juga founder dan Chairman nya ACIS. Asia Corporate Innovation Summit, tempat kumpulnya perusahaan-perusahaan inovator di level Asia. Tentu saja "Exponential Leadership" sudah menjadi cemilan sehari-hari buat guru-guru Saya.
Event nya awal November ini, tepatnya di 5-6 November 2019.
Gimana cara daftarnya?
Bisa langsung kunjungi https://www.kubikleadership.com/public-training-exponential-leader/
Sebuah bisnis yang sukses selalu ada leader hebat yang memimpinnya.
Karena bisnis adalah tentang leadership.
Untuk menjalankan bisnis dengan benar, maka mindset leader harus benar.
Era millennial mindset nya juga harus eksponensial, bukan mindset incremental ala kolonial yang malah akan menghambat pertumbuhan sebuah bisnis.
Salam Nginbound,
Saiful Islam