01/01/2021
KE-MERASA-AN
Banyak meditasi : semakin malas bersyariat
Merasa di puncak : semakin bias dan buyar
(Tertipu Hawa Nafsunya)
Tadi malam berdiskusi dengan beberapa orang teman,
Teman yg satu bertanya,
kenapa semakin banyak bermeditasi malah semakin "longgar" dan "malas" menjalankan Syariat, meski memang merasa "tenang".
Terus yg lain pun bertanya,
kenapa ketika dalam posisi paling puncak (menurut anggapannya) semakin "bias" atau "sulit" berdoa, seolah pikirannya buyar.
Dan masih banyak lagi pertanyaannya, yang kebanyakan berhubungan dengan "kemerasaan" maqam tertentu, bahkan sampai ada yg merasa bisa "menilai" maqam para Wali Allah SWT.
Pertama, biasanya jika transformasi Kesadaran itu dalam lingkup tasawuf, maka semakin seseorang naik derajat Kesadaran Spiritualnya, maka ia akan semakin disiplin dan ketat syariatnya, karena semakin tinggi spiritualnya, ia akan semakin mengenal rahasia syariat dan agungnya perintah Allah yg berhubungan dengan aturan syariat. Kenapa ?
Karena Syariat dengan Hakikat itu merupakan satu kesatuan dan saling berhubungan. Jika "kemerasaan" tingginya spiritual menyebabkan semakin jauh dari syariat (lalu meninggalkan syariat), itu sangat berlawanan dengan ajaran agama yg dibawa para Nabi. Para Nabi itu terjamin Benar dan Ma'sum dari mulai yg paling bawah sampai paling atasnya, sedangkan kita ini tidak dijamin. Dan jika berlawanan seperti itu, artinya ada kesalahan dalam prosesnya, serta akhirnya akan menjauhkan diri dari agama, terlepas ia mau mengaku sebagai apapun. Dan disitulah jebakannya.
Bisa aja bukan bermakrifat kepada Allah, tetapi aslinya bermakrifat kepada jin, setan atau hawa nafsu sendiri, meski merasa bermakrifat kepada Allah :D
Tipu daya Iblis bisa sangat halus, bisa kelihatan lembut, bisa kasar, bisa hebat dan bisa membuat orang lain terpukau.
مَنْ يُرِدِ الله بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ (صحيح البخاري و مسلم)
Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa yang Allah kehendaki Kebaikan maka niscaya Allah akan fahamkan dia dalam urusan agamanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, semakin tinggi maqam spiritual, seharusnya makin "jernih", makin objektif, makin bisa melihat jelas mana yg salah dan mana yg benar, makin jelas mana Fitrah diri dan mana hawa nafsu diri. Jadi bukannya makin buyar dan "bias" sehingga makin sulit "melihat" diri dan makin sulit berdoa atau berdzikir.
Dan jika makin "buyar" seperti itu, artinya bukan makin jelas "pemisahan" nya, tetapi malah semakin "bercampur". Jadi Siddiqiyah nya ke mana..? Kabur menjauh donk, kayak Bang Toyib.. :D
Terakhir, jika "kemerasaan" nya makin tinggi, ya artinya makin rendah, seperti halnya semakin tinggi kesadaran seseorang, ia akan semakin merasa kotor di depan Tuhannya, bukan semakin merasa bersih ataupun suci. Bukankah para Nabi yg Ma'sum aja selalu menyebut dirinya seorang yg dzalim (.. inni kuntu minadz Dzaalimin...)
"Kemerasaan" seperti itu mungkin disebabkan promosi pelatihan tertentu, yg promosinya bisa mencapai maqam tertentu dengan instan... :D
Perasaan (ego) seperti itu seringkali menipu diri sendiri. Kesadaran masih di Mulkiyah tapi merasa sudah di Lahut. Ilusi pikiran dianggap Kasyaf, bahkan Bashirah. Merasa sudah lancar dan mahir membaca padahal masih belajar mengeja huruf-huruf seperti halnya anak saya yg baru bisa membaca :D
"Jika Kasyaf bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah, tinggalkanlah Kasyaf dan berpeganglah pada Al-Qur’an dan Sunnah. Katakan pada dirimu : Sesungguhnya Allah SWT menjamin keselamatan saya dalam Kitab-Nya dan Sunnah Rasul-Nya dari kesalahan, bukan dari Kasyaf, Ilham, maupun Musyahadah sebelum mencari kebenarannya dalam Al-Qur’an dan Sunnah terlebih dahulu." (Syeikh Abul Hasan Syadzili ra.)
Ya, akhirnya kesimpulan dari obrolan itu, sy sarankan aja, meditasinya "reset" aja dan pakailah pola Tasawuf, serta belajarlah Objektif supaya tidak jadi korban pembodohan.
Semoga.