27/08/2023
Hadist Syaddu ar-rihal terdapat dalam Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ولا تُشَد الرحالُ، إلا إلى ثلاثة مساجد مسجدي هذا ومسجد الحرام، ومسجد الأقصى.
"Dan jangan mengencangkan pelana (melakukan perjalanan jauh) kecuali untuk mengunjungi tiga masjid: Masjidku (Masjid Nabawi) Masjidil Haram, dan Masjidil Aqsha."
Terdapat dua pandangan dalam masalah ini. Yang pertama, mereka yang memahami hadits secara kontekstual dan memahaminya sebagai larangan untuk berziarah. Adapun pandangan yang kedua, memahami hadits secara mendalam dan juga mengkaji konteks hadistnya.
Maulana Syeikh Abdul Aziz Syahawi dan kebanyakan ulama memilih memahami hadits ini dengan jalan yang kedua, yaitu dengan mengkaji konteksnya seperti yang terdapat dalam riwayat Imam Ahmad karena hal ini lebih relevan dalam memahami makna hadits.
Redaksi kalimat dalam hadits Syadd ar-Rihal
Kalam dalam hadits adalah istisna' (pengecualian) dimana terdapat salah satu huruf istisna' yaitu (إلا) di sana, juga ada mustasna (dikecualikan), yaitu tiga masjid: Masjid Nabawi, Masjidil Haram dan Masjidil Aqsa, adapun mustasna minhu (yang dikecualikan darinya) tidak disebutkan, maka hal ini dalam ilmu Nahwu adalah kalam naqis.
Lanjut beliau, perlu mentakdirkan (memperkirakan) mustasna minhu untuk memahami hadits ini dengan lurus. Dalam aturan istisna', model antara mustasna dan mustasna minhu haruslah cocok dan sepadan, jika mustasnanya masjid maka mustasna minhunya juga yang senada yaitu masjid dan bukan kuburan.
Maka kira-kiranya:
"لا تُشد الرحال إلى مسجد من المساجد إلا هذه المساجد"
Dapat diartikan: Jangan melakukan perjalanan jauh ke masjid kecuali tiga masjid tersebut.
Apabila mustasna minhu ditakdirkan dengan kata kuburan atau tempat manapun, maka sangatlah tidak pas dalam konteks hadits ini. Jadilah bisa dipahami seperti ini: Jangan melakukan perjalanan jauh ke kuburan/tempat manapun kecuali tiga masjid.
Jika demikian, akan melahirkan beberapa opsi pemahaman:
1. Larangan pergi untuk berziarah. Maka konteksnya sangatlah tidak cocok, seperti uraian di atas. Dan juga menyelisihi hukum ziarah, di mana hukum asli berziarah adalah sunnah. Apalagi menzirahi kuburan orang-orang saleh.
2. Larangan pergi ke tempat manapun, walaupun untuk menuntut ilmu, atau berniaga, atau mengunjungi saudara dst. Maka ini sungguh telah menyelisihi aturan hukum yang ada.
Pendapat yang banyak didukung oleh ulama adalah memperkira-kirakan mustasna minhu dengan kata masjid. Karena itulah yang cocok dan relevan, dikarenakan hadits ini bersifat umum dan tidak ada mukhosis (yang mengkhususkannya) dari hadits maupun ayat lain yang bisa mempersempit makna hadits.
Kanjeng Nabi Muhammad saw dalam berbicara mempunyai sifat jami'ul kalim (singkat namun isinya padat). Hal ini banyak kita temukan dalam dialek bahasa dan juga makna yang terkandung di dalamnya.
Secara tidak langsung Kanjeng Nabi Saw, ingin mengutarakan: Janganlah kamu capek-capek pergi jauh ke suatu masjid hanya untuk shalat, karena semua tempat shalat kecuali tiga masjid tersebut mempunyai keutamaan yang sama. Adapun tiga masjid yaitu Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa mempunyai fadhilah yang berbeda, berlipat ganda dari masjid lainnya seperti yang dijelaskan dalam banyak hadits.
Maka dari itu, ketika kita sudah memahami bahwa konteks hadits ini adalah melakukan perjalanan jauh untuk shalat, maka bepergian jauh untuk berziarah seperti ziarah wali songo, atau menziarahi Imam Husein, Imam Badawi, Imam Dusuqi dan kuburan wali Allah lainya, hukumnya adalah sunnah dengan tujuan untuk mengingat kematian dan mengambil pelajaran, juga menziarahi kuburan orang-orang saleh disunnahkan dengan tujuan untuk tabarruk (mendapatkan barokah) serta pelajaran.
Wallahu a'lam bissowab.