04/11/2020
SIAPAKAH RATU GEDE MECALING??
Sejarah Ratu Gede Mecaling Dalem Nusa. Hiduplah seorang Pangeran yang bertempat tinggal di Gunung Kila, yang bernama Pangeran Jumpungan. Pangeran Jumpungan menjadi seorang pendeta sehingga mempunyai gelar Dukuh.
Dukuh Jumpungan memiliki keahlian dalam hal membuat perahu, sehingga beliau membuat loloan di Nusa Penida dan di Ceningan. Dukuh Jumpungan mempunyai istri yang bernama Ni Puri. Dari perkawinannya ini melahirkan Pangeran Merja. Pangeran Merja mempunyai istri yang bernama Ni Luna, dari perkawinannya terlahir Pangeran Undur dan seorang putri yang bernama Dyah Ranggini.
Pangeran Undur mempunyai istri bernama Ni Lumi, sedangkan sang putri diambil istri menjadi permaisuri oleh Dalem Sawang. Dari perkawinan Pangeran Undur lahirlah Pangeran Renggan. Keturunan Dukuh Jumpungan yang lain adalah Pangeran Jurang yang beristri Ni Jarum bertempat di Bukit Biye, Ni Luh Puri di Goa Lawah, Pangeran Yangga di Padang, Ni Runa di Sakenan dan Pangeran Cenes di Segara.
Dari perkawinan Pangeran Renggan dengan Ni Merahim, lahirlah dua orang anak, satu laki-laki, yang satunya adalah perempuan. Anak laki-laki bernama Pangeran I Gede Mecaling dan yang perempuan di beri nama Ni Tole.
Ni Tole kemudian menjadi permaisuri Dalem Sawang yang menjadi raja di Nusa Penida. Sedangkan Pangeran I Gede Mecaling mempunyai seorang istri yang bernama Ratu Ayu Mas Lebur Jagat atau Sang Ayu Mas Meketel atau Sang Ayu Mas Rajeg Bumi. Pangeran I Gede Mecaling menjadi Raja setelah Dalem Sawang wafat, karena berperang dengan Dalem Dukut.
I Gede Mecaling memiliki prabhawa yang tinggi kekar dan sangat berwibawa. Pangeran I Gede Mecaling sangat senang melakukan tapa brata yoga semadhi di Ped, pengastawaanya (pemujaan) ditujukan kepada Ida Bhatara Siwa, Bhatari Durga, Bahatara Yama, Indra, dan Waruna. I Gede Mecaling termasuk menjalankan tapa brata yang sangat taat.
Beliau sering melakukan tapa brata di dalam lautan di atas batu karang. Deburan ombak dan angin lautan yang kencang tak menggoyahkan tapanya. Pikirannya selalu terpusat kepada para dewa, hingga karena keataatan beliau melakukan yoga semadhi membuat hati Ida Bhatara Siwa, Durga, Yama, Indra, dan Waruna tersentuh.
Siapakah yang melakukan yoga semadhi sedemikian hebatnya di bumi, sehingga para Dewa bersedia turun dari Swarga Loka untuk melihat di bumi. Para dewa berkehendak untuk melihat siapakah yang melakukan yoga sampai membuat hati beliau para dewa tersentuh.
Setelah para dewa datang ke bumi, dan ternyata melihat cahaya di atas lautan antara selat Nusa dengan Bali. Ternyata sang Pangeran I Gede Mecaling yang melakukan tapa brata yoga dan samdhi yang begitu hebat.
Dengan ketekunan tersebut Ida Bhatara Siwa, Durga, Yama, Indra, dan Waruna memberikan anugerah kesaktian berupa ajian Kanda Sanga. Setelah mendapat panugrahan Kanda Sanga, fisik Pangeran I Gede Mecaling menjadi berubah. Badan beliau menjadi besar, wajah beliau menjadi menyeramkan, taringnya menjadi panjang, suaranya menggetarkan seisi jagat raya.
Sedemikian hebat dan sangat menyeramkan, maka seketika itu juga jagat raya menjadi guncang. Kegaduhan, ketakutan, kengerian yang disebabkan oleh rupa, bentuk dan suara yang meraung-raung siang dan malam dari Pangeran I Gede Mecaling membuat gempar di mercapada.
Melihat dan mendengar hal demikian, para Dewa pun ikut menjadi bingung karena tidak ada satu orang pun yang bisa menandingi kesaktian Pangeran I Gede Mecaling. Bahkan sesungguhnya para Dewata tidak ada yang bisa menandingi, tidak ada yang bisa mengalahkan kesaktian Pangeran I Gede Mecaling yang bersumber dari kedua taring beliau yang telah diberi anugrah oleh Ida Bhatara Siwa, dan para dewa lainnya.
Selain dari taring (caling), Beliau juga memliki kesaktian Catur Sakti. Peringainya yang tampan tiba-tiba menyeramkan dan taringnya adalah sumber kesidhiannya sehingga berkuasa atas rakyat Nusa sekala-niskala.
Atas kesaktian I Gede Mecaling, pada akhirnya dirinya menjadi nyapa kadi Aku. Kesaktian membuat dirinya menjadi sombong dan angkuh sehingga beliau berani untuk melawan para Dewa. Tidak lagi menjadi sosok pangeran yang baik hati, tetapi justru menjadi angkuh. Rakyat Nusa yang memuja Hyang Widdhi, Dewa, Bhatara, dan leluhur dilarang dan tidak segan-segan I Gede Mecaling memberikan hukuman kepada rakyatnya yang berani melanggar larangannya.
Atas ulahnya yang demikian, para Dewa pun menjadi resah, terlebih kesaktiannya yang sangat tinggi tak ada yang menandingi. Para Dewa akhirnya pun memutuskan untuk mengutus Dewa Indra ke bumi untuk menghukum I Gede Mecaling. Dewa Indra mengetahui kelemahan I Gede Mecaling pada โtaringnyaโ sehingga ia ke bumi adalah bermaksud memotong taring I Gede Mecaling.
Mendengar dirinya akan dihukum dan dibunuh oleh Dewa Indra, segera I Gede Mecaling mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik untuk melawan Dewa Indra. Singkat cerita, sampailah Dewa Indra di bumi.
Pertarungan Dewa Indra dengan I Gede Mecaling. Dewa Indra nampak gagah dengan senjata panah di tubuhnya. Menatap tajam-tajam di sekelilingnya dengan sikap mawas diri sembari berhati-hati sebab I Gede Mecaling bukanlah lawan biasa tetapi orang sakti yang telah menerima anugerah dari para Dewa, terlebih berkah dari Bhatara Siwa.
Setelah beberapa saat sampai di bumi, Dewa Indra pun melanjutkan perjalanan menuju tanah Nusa, dan selama dalam perjalanan Dewa Indra selalu waspada ada serangan sekala-niskala. Akhirnya, sampailah Dewa Indra di tanah Nusa.
Setelah mereka berhadapan, tidak ada yang dapat menghalangi dua kesatriya ini untuk berperang. Deru angin dan deburan ombak pantai Nusa menjadi sebuah isyarat bahwa mereka harus saling menghancurkan.
Mereka sama-sama sakti dan pantang bagi mereka untuk melarikan diri dari pertarungan. Suara burung bangkai memekakkan telingga, gagak bersorak dan tak terkecuali anjing melolong pertanda bahwa akan ada pertempuran hebat antar keduanya.
Selanjutnya mereka pun saling serang, dan keduanya sangat mahir memainkan jurus-jurus silat. Berbagai macam siddhi pun dipraktikan, sehingga badai begitu hebat terjadi dan gemuruh hebat keluar tatkala ilmu mereka beradu.
Dewa Indra dengan kesaktian wajranya menyerang I Gede Mecaling. I Gede Mecaling tak tinggal diam ketika diserang, lalu ia mengeluarkan kesaktiannya anugrah dari Hyang Siwa dan Bhatari Durga.
Seketika dirinya mampu merubah wujud menjadi sosok yang lebih menyeramkan, bersenjatakan kampak sakti. Meraung dan tawa yang menggelegar membuat bumi bergetar. Manusia biasa yang melihat perubahan wujud beliau sudah pasti ketakutan, bahkan seketika jiwa akan terlepas dari badannya bersembunyi karena takut melihat peringai I Gede Mecaling.
Setelah merubah wujud, Dewa Indra saja yang tidak mengalami ketakutan. Ia menghunus senjata tombak dan menyerang I Gede Mecaling. Terjadilah perang tanding yang lebih menakutkan. Mata biasa sudah tidak bisa lagi melihat gerakan mereka yang sangat cepat. Kecuali bagi orang yang memiliki waskita akan melihat keduanya mengeluarkan jurus-jurus andalan. Kilatan cahaya keluar dari dua senjata kapak dan tombak beradu.
Kapak sakti diayunkan ditangkis dengan tombak. Saat tombak berayun menderu, suaranya menakutkan sekali. Seolah-olah akan siap memangsa. Pun demikian ketika kampak sakti diayunkan, suaranya bergemuruh seolah-olah berkehendak membinasakan apapun yang menyentuh mata kampak.
Perang semakin seru dan semakin hebat. Dewa Indra menjauhi I Gede Mecaling dengan lompatan kecil ke belakang. I Gede Mecaling seketika menghentikan serangan. Dewa Indra nampaknya mulai berpikir untuk segera mengakhiri pertempuran ini, sebab ini akan membawa akibat pada bumi.
Akhirnya, Dewa Indra melompat tinggi terbang ke arah I Gede Mecaling sembari menghunus senjata sakti keris anugrah dari Bhatara Siwa. Keris yang terhunus mengeluarkan pamor yang menyilaukan, seperti sinar jutaan matahari.
Selanjutnya, dengan keris di tangan kanan, Dewa Indra menukik menuju I Gede Mecaling. Dewa Indra fokus kepada dua taring I Gede Mecaling yang akan dipotongnya. I Gede Mecaling mengetahui bahwa senjata keris sakti tersebut adalah anugerah dari Bhatara Siwa.
I Gede Mecaling pun merasa bahwa dirinya sudah akan dikalahkan.Karena hanya senjata dari Bhatara Siwalah yang dapat menaklukannya. Setelah taring Pangeran I Gede Mecaling berhasil dipotong barulah beliau berhenti menggemparkan seisi jagat raya.
Setelah itu, Pangeran I Gede Mecaling kembali melakukan tapa brata yoga semadhi, pengastawanya ditujukan kepada Ida Bhatara Rudra. Lalu Ida Bhatara Rudra pun berkenan turun ke bumi untuk memberikan panugrahan kepada Pangeran I Gede Mecaling, berupa Panca Taksu, yaitu:
1.Taksu Balian
2.Taksu Penolak Grubug
3.Taksu Kemeranan
4. Taksu Kesaktian
5. Taksu Penggeger
Sebagai pengabih utama Ida Bethari Durga Dewi, beliau diberi wewenang oleh Ida Bhatari Durga Dewi untuk mencabut nyawa manusia yang ada di bumi. Pangeran I Gede Mecaling juga diberikan wewenang sebagai penguasa samudra. Karena menguasai samudra sering juga disebut Ida Ratu Gede Samudra.
Gelar Pangeran I Gede Mecaling yang diberikan oleh Ibu Durga Dewi yaitu Papak Poleng dan permaisurinya Sang Ayu Mas Rajeg Bumi diberi gelar Papak Selem. Pangeran I Gede Mecaling moksha di Ped dan istrinya moksha di Bias Muntig. Keduanya sekarang sebagai penguasa di bumi Nusa Penida dan mendapat wewenang sebagai penguasa kematian.
Akhirnya beliau bergelar Sugra Pakulun โIda Bhatara Ratu Gede Mas Mecalingโ atau โIda Bhatara Ratu Sakti Mas Mecalingโ. Maka bagi umat Hindu yang ingin umurnya panjang, sehat, selamat dan lain-lain memohonlah kepada Beliau, Sugra Pakulun โIda Bhatara Ratu Gede Mas Mecalingโ.
Semoga Ida senantiasa selalu ngicenin waranugraha kepada kita semua, dan menjaga Pulau Bali dan Nusa Penida dari segala macam bencana dan mara bahaya.
Sumber: https://hinduindonesia.co.id/sejarah-ratu-gede-mecaling-dalem-nusa/
via : Inilah Bali